Tinjauan Hukum Paten dalam Kegiatan Usaha Hulu Migas
Kolom

Tinjauan Hukum Paten dalam Kegiatan Usaha Hulu Migas

​​​​​​​Secara eksplisit belum ada pengaturan Hak atas Paten sebagai Barang Milik Negara pada tingkatan Peraturan Menteri.

Bacaan 2 Menit

 

Pengaturan dalam UU 17/2003 dan PP 27/2014 di atas sejalan dengan pengaturan Barang Milik Negara dalam Angka 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 89 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal Dari Pelaksanaan Kontrak Kerja Sama (PMK 89/2019) yang mengatur bahwa barang yang menjadi milik/kekayaan negara yang berasal dari Kontraktor yang selanjutnya disebut BMN Hulu Migas adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh Kontraktor dalam rangka pelaksanaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi serta sisa operasi dan sisa produksi sebagai pelaksanaan Kontrak Kerja Sama antara Kontraktor dengan Pemerintah.

 

Dalam perkembangannya, terdapat juga benda bergerak tidak berwujud yang berasal dari Kegiatan Usaha Hulu Migas seperti Hak atas Paten dari berbagai invensi yang dihasilkan dalam Kegiatan Usaha Hulu Migas. Hal ini menjadikan pengertian barang milik negara Hulu Migas menjadi lebih luas dari yang sebelumnya terdapat dalam PMK 89/2019 karena yang dapat dijadikan sebagai BMN Hulu Migas tidak hanya benda berwujud namun juga benda tidak berwujud (intangible asset) seperti Hak atas Paten. Oleh karena itu, diperlukan kajian lebih lanjut mengenai Paten dalam Kegiatan Usaha Hulu Migas.

 

Dasar-Dasar Pengaturan Paten

Selanjutnya perlu dilihat mengenai pengaturan mengenai Paten itu sendiri, di mana telah diundangkan pengaturan terbaru dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (UU 13/2016). Pasal 1 angka 1 UU 13/2016 mengatur bahwa Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri invensi tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.

 

Paten di atas diberikan terhadap invensi yang baru, mengandung langkah inventif dan dapat diterapkan dalam industri. Langkah inventif tersebut mempunyai arti jika invensi tersebut bagi seseorang yang mempunyai keahlian di bidang teknik merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya (Pasal 3 ayat (1) jo. Pasal 7 ayat (1) UU 13/2016). Pihak yang berhak memperoleh Paten tersebut adalah Inventor atau Orang yang menerima lebih lanjut hak Inventor yang bersangkutan.

 

Namun UU 13/2016 juga mengatur mengenai dimungkinkannya Inventor untuk memberikan hak atas Paten tersebut kepada pihak lain, seperti dalam hal Paten atas invensi yang dihasilkan oleh Inventor dalam hubungan kerja, Pemegang Patennya adalah pihak yang memberikan pekerjaan (Pasal 12 ayat (1) jo. Pasal 1 angka 6 UU 13/2016).

 

Pasal 1 Angka 14 UU 13/2016 mengatur Royalti sebagai imbalan yang diberikan untuk penggunaan Hak atas Paten. Dalam Pasal 13 UU 13/2016 memang mengatur mengenai Paten serta Royalti yang dihasilkan oleh Inventor dalam hubungan dinas dengan instansi pemerintah, namun dalam Penjelasan Pasal 13 UU 13/2016 dijelaskan bahwa Inventor yang dimaksud adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) dan instansi pemerintah yang dimaksud diatur terbatas pada pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

 

Selanjutnya yang menjadi poin penting adalah pengaturan Pasal 59 ayat (3) UU 13/2016 yang mengatur bahwa Hak atas Paten merupakan benda bergerak tidak berwujud. Ketentuan Pasal ini yang menjadi penghubung antara ketentuan Paten dalam UU 13/2016 dengan ketentuan mengenai Barang Milik Negara dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait