Kasus Perundungan dan Keadilan Restoratif untuk Anak
Kolom

Kasus Perundungan dan Keadilan Restoratif untuk Anak

Sesungguhnya kita semua turut bertanggung jawab mencegah situasi anak-anak berhadapan dengan hukum. Jika sudah telanjur terjadi, tanggung jawab kita pula ikut mencari penyelesaian yang adil.

Bacaan 6 Menit

Ada persoalan lain yang juga krusial dalam konteks pembahasan keadilan restoratif. Sesungguhnya secara substansial sistem peradilan pidana tidak mampu memulihkan relasi antara pelaku, korban dan masyarakat atau pihak terdampak lainnya. Konsep keadilan restoratif kemudian muncul sebagai reaksi atas kegagalan sistem peradilan pidana mencapai tujuannya.

Salah satu prinsip keadilan restoratif yaitu partisipasi aktif semua pemangku kepentingan (pelaku, korban dan masyarakat terdampak) dalam suatu forum informal yang demokratis untuk menemukan solusi yang positif. Proses diversi dalam UU SPPA telah sejalan dengan prinsip tersebut. Diversi dilakukan dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak terkait lain untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil. Diversi menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula alih-alih pembalasan. Proses ini dilakukan melalui musyawarah yang melibatkan anak dan orang tua/walinya, korban dan/atau orang tua/walinya, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial profesional. Jika diperlukan, musyawarah juga dapat melibatkan tenaga kesejahteraan sosial, dan/atau masyarakat.

Proses Diversi yang berhasil mencapai kesepakatan dituangkan dalam bentuk kesepakatan diversi. Bentuknya antara lain perdamaian dengan atau tanpa ganti kerugian, penyerahan kembali kepada orang tua/wali, keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS), atau pelayanan masyarakat. Sebaliknya, apabila proses diversi tidak berhasil atau kesepakatan diversi tidak dilaksanakan, maka proses peradilan pidana anak yang berkonflik dengan hukum dilanjutkan.

Penjelasan Umum UU SPPA mengungkap tujuan penerapan pendekatan keadilan restoratif dan diversi adalah untuk menghindari dan menjauhkan anak dari proses peradilan. Ini adalah cara menghindari stigmatisasi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Anak diharapkan dapat kembali ke dalam lingkungan sosial secara wajar.

Jadi, diversi tentu bukan hanya persoalan kuantitas namun juga kualitas. Kemampuan penegak hukum memfasilitasi diversi menjadi sesuatu yang krusial. Mereka sebagai fasilitator utama dalam melakukan mediasi dan negosiasi dalam proses diversi. Mereka pula yang harus paling memahami asas kepentingan terbaik bagi anak. Diversi juga tidak dapat disederhanakan sebatas hanya sebagai penghentian perkara. Lebih jauh dari itu, proses diversi juga bertujuan untuk menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak.

Menguatkan posisi tawar anak dengan dukungan pihak-pihak yang menjadi pendamping anak sehingga juga menjadi sama pentingnya. Kesepakatan diversi harus tidak merugikan baik bagi anak yang berkonflik dengan hukum maupun anak korban. Selain itu, akuntabilitas dampak kesepakatan diversi bagi ABH juga harus diperkuat.

Pemulihan, Bukan Pembalasan

“Pemulihan dan bukan pembalasan” menjadi kunci dalam penanganan perkara pidana dengan pendekatan keadilan restoratif. UU SPPA menegaskan pemulihan bukan hanya menjadi hak anak korban, namun juga anak yang berkonflik dengan hukum dan anak saksi. Keadilan restoratif harus proporsional memikirkan kepentingan seluruh pihak terdampak.

Tags:

Berita Terkait