Kasus Perundungan dan Keadilan Restoratif untuk Anak
Kolom

Kasus Perundungan dan Keadilan Restoratif untuk Anak

Sesungguhnya kita semua turut bertanggung jawab mencegah situasi anak-anak berhadapan dengan hukum. Jika sudah telanjur terjadi, tanggung jawab kita pula ikut mencari penyelesaian yang adil.

Bacaan 6 Menit

Diversi Wajib Diupayakan

Hukum Indonesia telah mengatur jika terduga pelaku kejahatan adalah anak, proses hukum harus mengacu pada UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA).

UU SPPA mengenal terminologi anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) meliputi anak yang diduga melakukan tindak pidana (anak yang berkonflik dengan hukum), anak yang menjadi korban tindak pidana (anak korban), dan anak yang menjadi saksi tindak pidana (anak saksi). anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 tahun. Sementara itu, kategori anak korban dan anak saksi adalah anak yang belum berumur 18 tahun.

Salah satu kekhususan yang diatur dalam UU SPPA adalah dikenalnya mekanisme diversi. Ini adalah mekanisme pengalihan penyelesaian perkara anak yang berkonflik dengan hukum dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Undang-undang mengatur diversi wajib diupayakan mulai dari penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara anak yang berkonflik dengan hukum di pengadilan. Namun, undang-undang juga membatasi penggunaannya. Diversi hanya dapat dilaksanakan untuk tindak pidana dengan ancaman hukuman penjara di bawah tujuh tahun dan perbuatan yang dilakukan bukan merupakan pengulangan tindak pidana.

Selain UU SPPA, terdapat pula Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun. Sayangnya peraturan ini tidak mengelaborasi lebih lanjut mengenai syarat diversi. Ketentuan Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak (Perma 4/2017) kemudian memberikan peluang lain. Diversi masih bisa dilakukan bagi anak yang dengan dakwaan subsideritas, alternatif, kumulatif maupun kombinasi (gabungan), dengan syarat ancaman hukuman di salah satu dakwaan masih di bawah tujuh tahun penjara.

Syarat Diversi yang diatur dalam UU SPPA dan peraturan pelaksanaannya pada akhirnya membuka ruang perbedaan pemahaman dan interpretasi para aparat penegak hukum. Terjadi perbedaan praktik diversi di lapangan. Khususnya terhadap anak yang berkonflik dengan hukum yang tidak didakwa dengan dakwaan tunggal berisi ancaman pidana di bawah tujuh tahun penjara.

Keadilan Restoratif

Sistem peradilan pidana—sebagai bagian dari kebijakan penanggulangan kejahatan menggunakan hukum pidana—pada prinsipnya bertujuan untuk mengendalikan terjadinya kejahatan. Tujuannya kejahatan tetap berada dalam batas-batas toleransi yang dapat diterima. Sistem peradilan pidana juga bertujuan untuk mencapai resosialisasi (pemasyarakatan narapidana), pencegahan kejahatan dan kesejahteraan sosial.

Dalam realita, tujuan ideal dari sistem peradilan pidana ini kerap kali berhadapan dengan beragam hambatan. Hasil yang ingin dicapainya itu sendiri bahkan menimbulkan berbagai permasalahan baru. Beberapa persoalan yang muncul dalam sistem peradilan pidana antara lain: kriminalisasi berlebihan dan menurunnya wibawa hukum pidana, tujuan pemidanaan yang tidak jelas, kurangnya profesionalisme aparat penegak hukum, disparitas pidana, kurangnya perhatian terhadap korban kejahatan, stigmatisasi secara sosial, dan pemenjaraan. Persoalan yang terakhir bahkan erat kaitannya dengan tingginya angka pengulangan tindak pidana.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait