Visi Pemerintah dan Mahkamah untuk Perubahan UU Advokat
Kolom

Visi Pemerintah dan Mahkamah untuk Perubahan UU Advokat

​​​​​​​Advokat seharusnya menjadi sumber ide dan pembaharu hukum.

Bacaan 2 Menit

 

MA juga tidak berkepentingan dalam konflik organisasi advokat apalagi sampai memihak, menyerahkan sepenuhnya penyelesaian konflik kepada para advokat dan pembentuk undang-undang [vide Putusan MKRI Nomor 35/PUU-XVII/2018, hlm. 100], demikian juga pendapat yang sama dari MK melalui Putusan MKRI Nomor 112/PUU-VII/2014 halaman 90.

 

Keterangan MA tersebut menguatkan keterangan sebelumnya melalui Dr. Takdir Rahmadi, SH., LLM, Ketua Kamar Pembinaan MARI dalam sidang Perkara Nomor 112/PUU-XII/2014 dan Nomor 36/PUU-XIII/2015 pada halaman 7 angka 14 dan halaman 12 angka 17 dengan menyatakan tidak berkepentingan untuk menyatakan satu atau multibar ataupun hanya satu-satunya, tidak ada kepentingan untuk mempertahankan, harus monobar atau singlebar, atau multibar, dan menyerahkan sepenuhnya kepada Mahkamah Konstitusi. [vide Putusan MKRI Nomor 35/PUU-XVII/2018, hlm. 317].

 

Kemudian, maksud daripada kalimat dalam Putusan MKRI Nomor 35/PUU-XVII/2018, halaman 317, huruf c paragraf 2, mengenai ‘jangka waktu penyelesaian konflik internal organisasi advokat’ dan tentang ‘lewatnya masa dua tahun sebagaimana amar putusan Perkara Nomor 101/PUU-VII/2009’ itu merujuk kepada tenggang waktu yang diberikan baik oleh MA maupun MK kepada organisasi ‘yang pada saat ini secara de facto ada’ [vide Putusan Nomor 101/PUU-VII/2009] yaitu PERADI dan KAI. [vide angka [3.14] nomor (4) Putusan MKRI Nomor 112/PUU-VII/2014, hlm. 86 dan Putusan MKRI Nomor 101/PUU-VII/2009].

 

Jangka waktu tersebut diberikan dengan tujuan bahwa PERADI dan KAI, harus mengupayakan terwujudnya Organisasi Advokat sebagaimana dimaksud Pasal 28 ayat (1) UU Advokat. [vide Putusan MKRI Nomor 101/PUU-VII/2009, hlm. 35].

 

Akhirnya kedua Mahkamah berpendapat yang sama untuk tidak perlu lagi memberikan jangka waktu penyelesaian konflik internal organisasi advokat yang terus muncul [vide Putusan MKRI Nomor 112/PUU-VII/2014, hlm. 89], dan bahkan PERADI yang dianggap sebagai wadah tunggal sudah terpecah dengan masing-masing mengklaim sebagai pengurus yang sah [vide SKMA Nomor 73/KMA/HK.01/IX/2015 angka 2 mendasarkan pada SKMA Nomor 089/KMA/HK/VI/2010].

 

Permasalahan organisasi juga diungkap oleh YM Arief Hidayat yang mengatakan, “... Karena memang undang-undang ini menghendaki wadah tunggal, tapi ternyata di dalam praktik memang susah. Kemudian, Mahkamah tadi disampaikan oleh Yang Mulia Pak Surhatoyo mengikuti sebetulnya keinginan dari Bapak-Bapak sekalian, semuanya...” [vide Risalah Sidang Perkara Nomor 35/PUU-XVI/2018, hlm. 41].

 

Resultante Pemerintah dan Kedua Mahkamah

Surat Presiden R.19/PU/9/2000 tanggal 28 September 2000 menunjukkan komitmen politik hukum pemerintah, yang ditegaskan ketika menanggapi pertanyaan YM Saldi Isra mengenai pola penyelesaian dan titik singgung antara politik hukum Pemerintah dengan politik hukumnya DPR atas permasalahan organisasi advokat. [vide Putusan MKRI Nomor 35/PUU-XVII/2018, hlm. 87].

Tags:

Berita Terkait