Visi Pemerintah dan Mahkamah untuk Perubahan UU Advokat
Kolom

Visi Pemerintah dan Mahkamah untuk Perubahan UU Advokat

​​​​​​​Advokat seharusnya menjadi sumber ide dan pembaharu hukum.

Bacaan 2 Menit

 

Perhatian bagi penulis sendiri sebenarnya adalah pada pendirian MK sebagaimana yang dinyatakan dalam konsiderans Putusan MKRI Nomor 35/PUU-XVII/2018 itu. Frasa ‘mengenai masalah konstitusionalitas sebenarnya telah selesai’ bukanlah akhir, harus memperhatikan rangkaian konsiderans, karena frasa tersebut berlanjut dan berkaitan dengan pertimbangan faktual antara lain karena pada kenyataannya masih terjadi konflik yang harus diselesaikan oleh organisasi advokat dalam waktu 2 tahun setelah kesepakatan. Namun, ternyata tidak tercapai, terlalu berlarut bahkan bertambah masalah hingga kedua Mahkamah bahkan Pemerintah dalam Politik Hukumnya kemudian meyerahkan langkah selanjutnya pada kebijakan politik pembuat UU.

 

Penulis yakin, dalam putusan-putusan lainnya Mahkamah Konstitusi berusaha menyelesaikan masalah instabilitas, bahwa perintah konstitusi yang kaku tidak mampu beradaptasi dengan keadaan-keadaan yang terus-menerus berubah. [lihat Paul Brest, The Misconceive Quest for Original Understanding, Boston University Law Review, Vol. 60: 204, 1980, hlm. 214-231].

 

Karena ketika ratio pertama mengatakan 'sudah ada wadah' tapi ratio selanjutnya berkata 'wadah itu selalu bermasalah'.

 

Dalam konteks advokat, sering kali hal yang dimohonkan bahkan tidak berkait dengan konstitusionalitas norma undang-undang yang dimohonkan pengujian melainkan dalam penerapan norma, bahkan, kadang tidak ada kaitan sama sekali dengan pengujian konstitusionalitas undang-undang melainkan justru kasus konkret yang telah diputus. Terhadap persoalan demikian, penyebabnya sebagian besar karena tidak adanya kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk mengadili perkara-perkara pengaduan konstitusional. [lihat I D.G. Palguna, Pengaduan Konstitusional (Constitutional Complaint), Upaya Hukum terhadap Pelanggaran Hak-hak Konstitusional Warga Negara, Sinar Grafika: Jakarta, 2015].

 

Oliver Wendell Holmes Jr., mengingatkan agar hakim tidak terpaku pada sistem yang kaku, deterministik, dan legalistik. Melihat realitas hukum yang hidup dalam masyarakat, dan dalam membuat putusan, hakim selalu memasukkan suatu pertimbangan pribadi yang extra-legal sifatnya agar keputusan-keputusan yang dibuat lebih fungsional bagi kehidupan masyarakat. [lihat Rahardjo, 2009: 229-233].

 

Sikap dan Pendirian Mahkamah

Mahkamah Agung mencatat rangkaian kejadian perseteruan antar organisasi advokat dalam keterangannya pada perkara Nomor 35/PUU-XVII/2018, sebagaimana tercatat di halaman 98-99 dari Putusan MKRI Nomor 35/PUU-XVII/2018.

 

Hingga terbitnya SKMA Nomor 73/KMA/HK.01/IX/2015 merupakan perwujudan dari jiwa kesepakatan Rapat Panja RUU Advokat yang menyerahkan fasilitasi kepada MA bilamana dalam jangka waktu 2 (dua) tahun setelah terbitnya UU Advokat belum dilahirkan struktur dan bentuk organisasi advokat. [lihat Risalah Rapat Panja RUU Advokat sepanjang bulan Pebruari 2003].

Tags:

Berita Terkait