Plt Dirjen AHU Cahyo R Muzhar: Mendongkrak Investasi Asing dengan Reformasi Tugas dan Fungsi AHU
Profil

Plt Dirjen AHU Cahyo R Muzhar: Mendongkrak Investasi Asing dengan Reformasi Tugas dan Fungsi AHU

Menggairahkan perekonomian dan menarik minat asing untuk berinvestasi di Indonesia menjadi target Ditjen AHU ke depan. Salah satu caranya dengan meningkatkan peringkat kemudahan berusaha di Indonesia. Bagaimana Plt Dirjen AHU mewujudkan visi tersebut dengan program-program prioritasnya? Simak wawancara khusus hukumonline dengan Plt Dirjen AHU, Cahyo R Muzhar.

Novrieza Rahmi
Bacaan 2 Menit

 

Pembenahan terhadap aturan kurator?

Untuk soal insolvency, kita akan lakukan perbaikan juga terkait dengan kurator dan pengurus. Kita ingin agar kurator itu juga dapat dimonitor kinerjanya. Karena begini, sejak diberlakukannya UU Kekuasaan Kehakiman yang baru, maka kurator itu sebenarnya mempunyai kewajiban untuk melapor kepada hakim pengawas. Tapi, kan issue-nya adalah hakim pengawas itu load pekerjaannya banyak dan pergantiannya cukup cepat, sehingga kami berpikiran bahwa di samping mereka menyampaikan laporan kepada hakim pengawas, karena mereka itu mendaftar dan pengangkatannya di Kemenkumham, makanya otomatis kami juga berpandangan bahwa para kurator dan pengurus itu juga perlu menyampaikan laporan kinerja mereka kepada Menkumham.

 

Jadi, itu yang memang sekarang Permenkumham-nya masih dalam proses. Meskipun di situ ada diskusi karena memang UU menyatakan bahwa (hanya) lapor kepada hakim pengawas. Tapi, kenyataannya juga bahwa karena pergantian dari hakim pengawas itu, maka ini juga belum secara maksimal ter-compile dengan baik.

 

Ada pemikiran, tapi kami juga baru akan melakukan pendekatan kepada pihak Mahkamah Agung (MA). Mungkin kami akan melakukan kerja sama. Diharapkan nanti dalam bentuk MoU dengan MA. Ini kan masih ada sedikit perbedaan pendapat dari asosiasi-asosiasi kurator yang merasa bahwa kewajiban mereka (hanya kepada hakim pengawas). Berpandangan (seperti itu) ya tidak salah juga interpretasinya karena dalam UU Kepailitan, mereka hanya mempunyai kewajiban untuk melaporkan kepada pengadilan, dalam hal ini hakim pengawas.

 

Nah, kalau kita bikin MoU dengan MA, apapun yang disampaikan ke MA kan bisa juga kita dapatkan berdasarkan MoU tersebut. Ya mungkin agak mutar, tapi tidak apa-apa. Ini kan menjaga bahwa laporan itu, setiap kurator itu laporannya kita punya. Sebab begini, reform itu kan sebetulnya, legal reform sama institutional reform. Legal reform bisa dilaksanakan, institutional reform itu juga harus dilaksanakan kan? Dua-duanya harus sejalan. Legalnyaseperti apa? Ya kita memastikan bahwa implementasinya juga efektif, juga jalan.

 

Mudah-mudahan kita mengharapkan kurator itu bisa punya kewajiban juga untuk melapor kepada Menkumham. Tapi, tentu kita lihat lah bagaimana. Kalau memang ada parallel policy-nya, kita juga akan approach MA supaya bisa dapat (laporan kurator). Nanti kita kerja sama juga dengan MA. Cuma, logical thinking di balik ini adalah karena pengangkatan, pendaftaran (kurator) oleh Menkumham ke Kemenkumham, artinya masak setelah daftar kita lose touch sama sekali udah blas begitu saja, kan tidak bisa seperti itu.

 

Lantas, bagaimana dengan notaris?

Nah, kembali kalau kita bicara ease of doing business, ini kan dalam scope sempit. Tapi, kita bicara soal how doing make Indonesia attractive for foreign investor, kan besarannya seperti itu. Artinya ada juga kewajiban-kewajiban, seperti yang kita sedang lakukan sekarang adalah memperbaiki terus sistem registrasi. Contoh, terkait dengan badan hukum, PT, yayasan, itu kita sekarang di dalam sistem kita, kita mewajibkan adanya pencantuman Beneficial Owner (BO). Kaitannya, Indonesia sejak saat ini sedang dalam proses untuk menjadi anggota Financial Action Task Force (FATF).

 

FATF itu, kita harus bisa menunjukan, mengetahui, melakukan at most maximum due diligence terhadap badan-badan hukum yang terdaftar di Indonesia. Pada saat yang bersamaan, berarti memberikan tanggung jwb kepada notaris, karena notaris yang membuat akta, kemudian mendaftarkan atau meregisternya di kementerian. Mereka itu juga harus lakukan maximum due dilligence terhadap klien mereka. Sebab, memang issue-issue sekarang yang menjadi perhatian FATF adalah BO. Itu terkait dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU), terorisme, dan sebagainya. Jadi, harus tahu betul-betul siapa sih the ultimate beneficial owner dari suatu entitas ini? Itu salah satu rekomendasi yang FATF minta dan kita juga sudah lakukan di kementerian ini.

 

(Baca Juga: Dirjen AHU Sarankan Calon Notaris Tidak Uji Materi Permenkumham 62/2016)

 

Kembali tadi masalah bukan putting ya, tapi making our public notary more responsible. Nah, ini juga dikaitkan dengan pendidikan dan ujian pengangkatan notaris. Jadi, awalnya lembaga pendidikan atau universitas yang memberikan pendidikan (program) kenotariatan (MKn) berjumlah enam universitas, tapi sekarang existing itu jadi 42 atau 43, i'll give you the exactly number.

 

Nah, bagi kami sih, artinya kan ini Pak Freddy (sudah) coba untuk berdialog dengan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) untuk supaya melakukan kontrol terhadap lembaga-lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan kenotariatan. Sebab, (kenotariatan) kan sebetulnya spesifik ya. Itu adalah pendidikan yang sangat spesifik. Seharusnya (kenotariatan) bukan S2 (magister) atau apa, karena S2 itu kan bukan pendidikan profesi. Seharusnya kenotariatan ini pendidikan profesi.

 

Hasil dialog dengan Kemenristekdikti?

Dialog dengan kemenristekdikti sudah dilakukan. Tapi, faktanya bahwa universitas-universitas itu sudah eksis dan program itu sudah mereka jalankan. Sambil kita terus berusaha untuk berdialog terkait dengan semakin berkembangnya, meluasnya, atau semakin banyaknya universitas yang menyelenggarakan pendidikan kenotariatan, pada saat yang bersamaan kita juga coba untuk menyaring (notaris).

 

Karena begini, daya tarik investasi di Indonesia banyak faktor (yang mempengaruhi) ya. Issue-nya regulatory, kebijakan, kualitas dari stakeholder-nya masing-masing, government, private sector, the lawyer, the notary, kurator, ini kan quality. Jadi, (kami ingin) bagaimana caranya supaya ini bisa juga secara paralel disempurnakan, ya pendidikan profesi-profesi ini juga harus ditingkatkan.

 

Nah, upaya kita adalah dengan menyusun secara maksimal, sungguh-sungguh, mengetatkan lah pengangkatan notaris. Jadi, ya ujiannya, prosesnya kita buat strict. Boleh saja orang semua sekolah, tapi tidak semuanya bisa diangkat menjadi notaris. Itu kan sambil jalan, paralel dengan tetap melanjutkan dialog dengan Kemenristekdikti.

 

Dialog ini sudah dilakukan oleh Dirjen AHU sebelumnya. Apa upaya anda ke depan soal pendidikan notaris?

Itu (dialog) kan sudah dirintis waktu Pak Freddy. Saya sekarang memang memfokuskan pada ujian-ujian ini. Sebab, ini harus di-adress-nya dengan mempertimbangkan berbagai kepentingan dan masukan. Lembaga-lembaga pendidikan seperti itu kan juga tentunya hak mereka ingin mengembangkan pendidikan maupun pelatihan-pelatihan di masing-masing universitas. Itu memang menjadi domain dari Kemenristekdikti. Tapi, "produk-produk" (notaris) dari universitas ini pada saat mereka ke luar ya tentunya akan berdampak pada Kemenkumham. Nah, justru itu, sambil ini jalan, keinginan untuk moratorium itu, ya kita di Kemenkumham melakukan pengetatan. Perbaikan terus terhadap proses ujian pengangkatan notaris.

 

Terkait ujian pengangkatan notaris, muncul "suara-suara" dari ALB INI dan calon notaris yang mengeluhkan harus mengikuti banyak ujian untuk menjadi notaris. Bahkan kalau dengan ujian kelulusan Mkn, mereka harus melewati empat ujian. Bagaimana tanggapan anda?

Sekarang begini, saya mohon maaf, saya nih baru dan saya belum lihat. Tapi, logikanya begini saja. Sekarang saja masih ada notaris-notaris yang tidak melaksanakan kewajibannya sesuai UU yang menyebabkan kemudian banyaknya sengketa-sengketa, permasalahan-permasalahan. Nah, pendidikan-pendidikan ini adalah salah satu (untuk) menyaring. Sudah disharing ketat saja masih ada masalah, apalagi tidak disaring dengan ketat.

 

Tapi kami sih siap saja untuk diskusi, karena kami juga dengan Ikatan Notaris Indonesia (INI) secara berkala bertemu. Jadi, if they have to something to say, if they have any complain, if they have any suggestion, just talk to us. Kasih apa yang menjadi keberatan. Bicara, dialog sama kami. Saya terbuka untuk berdialog. Dialog dengan INI dan saya dengan Bu Yualita (Widyadhari -Ketua Umum Pengurus Pusat INI) juga dialognya konstruktif kok.

 

Kita harus melihat, dari INI sendiri harus begini, mereka kita harapkan juga dapat meng-identify what are they issues? why are those issue consider by them as issues? Kita tanya kenapa itu (menjadi) issue? Oke. Terus, suggestion mereka apa? Tentu, INI juga punya kepentingan. Mereka kan juga tentu punya pride agar organisasi INI bisa memang adalah organisasi profesional yang dapat dipercaya masyarakat. Artinya, di situlah kita perlu berdialog. What are they issues? Saya juga belum lihat apa issue-nya. Masalnya di apa? Kenapa empat (ujian) ini jadi masalah?

 

(Baca: Jalan Panjang Berliku, Kini Menjadi Notaris Harus Lulus 4 Ujian Khusus)

 

Sebetulnya kan ujian-ujian ini, bagi mereka yang menginginkan notaris yang profesional, ini bagus juga bagi mereka. Jadi, mereka yang ada itu adalah notaris-notaris yang profesional, yang telah melampaui semua stages atau seleksi ini. Saya pikir tidak hanya INI saja ya, kita saja di birokrasi, pegawai negeri, seleksi itu kan terus, ketat. Tidak bisa di-lose-in saja. Bahkan, evaluasi tetap harus dilakukan secara berkala. Dengan ini, any profession, saya rasa yang namanya seleksi harusnya dilihat sebagai suatu hal yang positif untuk memastikan bahwa mereka-mereka itu yang memang jasanya diperlukan oleh publik, adalah orang-orang yang bisa me-represent kepentingan publik secara benar dan maksimal.

 

Bagaimana dengan tindak lanjut permintaan moratorium Mkn kepada Menristekdikti?

Memang kan belum ada moratorium, masih pembicaraan, masih diskusi. Sebab, yang memberikan izin (pendidikan Mkn) itu kan Menristekdikti.

 

Selain program-program prioritas di atas, apa anda juga sedang mengupayakan keikutsertaan Indonesia dalam organisasi internasional?

Ada hal-hal lain sebetulnya yang juga sedang kami rintis. Saya tidak akan bicara strictly ease of doing business, tapi lebih kepada meningkatkan kepercayaan kepada Indonesia untuk pihak asing berinvestasi di Indonesia atau pihak-pihak asing bertransaksi dengan economic players atau traders di Indonesia. Jadi, kita nih, Indonesia, tidak menyadari bahwa kita is the only country in ASEAN, satu-satunya negara di ASEAN yang belum, baik menjadi anggota HCCH dan belum mengaksesi satu pun konvensi di bawah umbrella, review atau naungan dari HCCH.

 

Jadi, negara ASEAN itu minimal sudah menjadi party atau anggota dari HCCH atau minimal menjadi pihak pada salah satu konvensi yang berada di bawah koordinasi atau naungan HCCH. Yang kita lagi lihat dalam kontes peningkatan daya saing Indonesia dan memfasilitasi pelaku bisnis, kemudahan berusaha, dan sebagainya, itu adalah yang disebut dengan Apostille Convention, konvensi tentang legalisasi dokumen-dokumen publik asing. Misalnya begini, seseorang ingin menggunakan suatu dokumen di luar negeri, dokumen ekspor, ingin digunakan di dalam negeri. Dia akan (cukup) melihat (di Kemenkumham), tidak perlu legaliasi (yang) prosesnya (panjang).

 

Kalau dulu kan dari kementerian terkaitnya, lalu ke Kemenkumham. Kemenkumham dilihat lagi, tanda tangan benar nggak? Oh benar, (baru) dilegalisasi di Kemenkumham, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu). Kemudian, ke kedutaan negara mana itu dituju, di mana dokumen itu akan dipakai atau ke kedutaan Indonesia dulu di tempat negara yang dituju. Proses legalisasi itu kan panjang.

 

Nah, dengan Apostille Convention ini tidak perlu. Jadi, legalisasinya cuma satu pintu, langsung ke Kemenkumham saja. Tapi, kan ini sudah ada network-nya. Sebagai negara pihak pada Apostille Convention, kita sudah ada network, sehingga dokumen yang dilegalisasi melalui konvensi ini otomatis sudah langsung berlaku, dipakai di negara tujuannya. Tidak perlu proses-proses panjang itu lagi. Dan, ini kita sedang men-develop sistem yang akhirnya nanti kita menuju ke aksesi itu. Makanya, kita harapkan nanti, ini rekomendasinya sedang dibuat oleh Kemenkumham untuk kita aksesi konvensi tersebut.

 

Memang, apa keuntungan atau manfaat menjadi anggota HCCH?

Memang, kita tahu bahwa Indonesia saat ini sedang me-review keanggotaan kita pada berbagai organisasi internasional. Jangan sampai kita jadi anggota organisasi internasional, kita bayar annual fee, annual contribution, kontribusi tahunan, tapi kita tidak mendapatkan manfaat. Nah sekarang, konferensi atau organisasi ini, HCCH, justru bermanfaat. Sebab, di situ tidak hanya Apostille Convention saja, ada konvensi mengenai Taking of Evidence Abroad in Civil or Commercial Matters, ada Recognition and Enforcement of Foreign Judgments in Civil and Commercial Matters, ada juga (konvensi) terkait dengan Choice of Court Agreements. Ya macam-macam, yang sebenarnya bisa menambah kepercayaan investor kepada kita. Jadi, why not? Kenapa tidak? Kenapa kita tidak menjadi anggota organisasi ini?

 

Sudah sampai tahap manakah rekomendasi untuk menjadi anggota HCCH yang dibuat Kemenkumham untuk Presiden?

Jadi, ini akan sedang disusun rekomendasi kepada Presiden untuk kita menjadi anggota HCCH dan juga minimal mengaksesi Apostille Convention, dalam konteks meningkatkan daya saing Indonesia. Dengan itu, kita ingin nanti akan mendapatkan technical assistance. Keuntungannya kita menjadi anggota HCCH itu, kita dapat technical assistance kalau kita mau aksesi konvensi. Terus, kita juga ikut dalam committee meeting. Artinya, kita ikut apapun konvensi nanti yang sedang digodok oleh HCCH, Indonesia akan punya suara.

 

Di situlah national interest kita. Kita bisa perjuangkan. Tentu, nanti banyak negaranya nih. (83 members: 82 states and 1 regional economic integration organisation). Kalau orang bertanya, Indonesia satu, negara (member) kan banyak, ini kan issue-nya, (tapi) masalahnya bagaimana kita me-lobby, bagaimana kita mendiplomasi.

 

(Baca Juga: Hambat Izin Investasi, Pemda Bisa Kena Sanksi)

 

Kita cari mana yang like minded countries, mana yang punya kepentingan sama. Ini kan teknis di lapangan nanti bagaimana kita meng-goal-kan kepentingan nasional. Kan ada (negara) yang mirip-mirip nih. Tentu di situlah kita lobby, kita cari like minded countries, (negara) yang punya kepentingan kurang lebih sama.

 

Seberapa penting lobby-lobby itu dilakukan untuk kepentingan nasional kita?

Makanya, kami di Kemenkumham, dalam scope lingkup tugas dan fungsi kami, setiap kami lakukan perundingan ataupun engagement dengan pihak internasional, kami akan melakukan lobby-lobby seperti itu. Jadi, kepentingan nasional kita ya lewat organisasi internasional. Memang, kalau kita bicara apakah kepentingan Indonesia terwakili atau bagaimana sih kita caranya memperjuangkan dan mengedepankan kepentingan Indonesia?

 

Ini saya bicara dalam level yang lebih umum, ya artinya kita jangan pernah khawatir melihat organisasi internasional atau melihat inisiatif-inisiatif baru. Misalnya, ada perundingan apapun, artinya kalau kita mau ikut shaping the international architecture, di mana di situ kepentingan Indonesia terwakili, maka kita harus proaktif di organisasi internasional, pertemuan-pertemuannya ataupun inisiatif-inisiatif internasional maupun regional. Kita harus aktif di situ.

 

Kalau kita selalu di luar, terus kita kemudian khawatir, ah kita lihat-lihat dulu lah ini apa, ya tidak bisa. Kita justru harus di dalam. Sebab, begitu kita di dalam, kita bisa ikut cawe-cawe menentukan arah kebijakan organisasi internasional itu untuk kepentingan nasional kita ataupun cawe-cawe dalam konteks apapun, baik international organization, regional organization, regional arrangement, apakah itu namanya whatever cooperation, semua regional architecture kita harus ikut. Jadi, kita bisa identify. Kita harus identify, di mana nih kepentingan-kepentingan kita.

 

Yang tujuan akhirnya menaikan ranking Indonesia dalam EoDB?

Itu salah satu. (Tapi, juga) Untuk pembangunan perekonomian dan sebagainya.

 

Tags:

Berita Terkait