Pemaafan Nasional Bersyarat untuk Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Kolom

Pemaafan Nasional Bersyarat untuk Pemberantasan Korupsi di Indonesia

Kebijakan Pemaafan Nasional Bersyarat bukan berarti bangsa Indonesia tidak berani melawan koruptor.

Bacaan 2 Menit

 

Pemaafan Nasional Bersyarat merupakan entry point pemberantasan korupsi di Indonesia, karena korupsi di Indonesia yang sudah membudaya dan hampir semua anak bangsa terlibat dengan korupsi baik langsung atau tidak langsung. Tanpa pemaafan nasional bersyarat akan sangat sulit membuat kebijakan atau produk hukum lainnya, seperti Undang-Undang Pembatasan Transaksi Tunai, Undang-Undang Pembuktian Terbalik, Undang-Undang Hukuman Mati dan sebagainya.

 

Tanpa adanya pemaafan nasional bersyarat, pemberantasan korupsi di Indonesia cenderung tidak tegas, tidak adil, pilih kasih dan tebang pilih. Bahkan sering terjadi pemberantasan korupsi karena faktor “balas dendam” antara kelompok satu dengan kelompok lainnya atau rezim yang satu dengan rezim lainnya. Pemaafan Nasional Bersyarat sebagai entry point pemberantasan korupsi merupakan kebijakan yang sangat strategis, mulia dan bermartabat daripada upaya “revolusi nasional” yang akhir-akhir ini mulai marak dibicarakan di internet dan media lainnya. Revolusi akan membutuhkan biaya yang sangat besar dan belum tentu akan berhasil sebagaimana yang diharapkan, apabila tidak ada perencanaan dan langkah-langkah strategis dan komprehensif untuk pemberantasan korupsi di Indonesia pada masa yang akan datang.

 

B. Beberapa Perbandingan

Pemberantasan korupsi di Amerika Latin mencapai hasil yang sangat signifikan, dimana Amerika Latin dapat menekan tingkat korupsi setelah dikeluarkan Undang-Undang Lustrasi. Inti dari undang-undang tersebut adalah seluruh pejabat di Amerika Latin yang berumur 40 tahun ke atas dipecat dengan hormat dan kepada yang masih muda diberi kesempatan untuk menduduki berbagai jabatan.

 

Selain di Amerika Latin, pemberantasan korupsi di Republik Rakyat China (RRC) juga mencapai hasil yang sangat menggembirakan. Keberhasilan pemberantasan korupsi di RRC dengan membuat Undang-Undang Pemaafan Nasional, dimana seluruh pejabat masa lalu dimaafkan. Tetapi bila sejak Undang-Undang itu keluar ada pejabat yang melakukan korupsi, maka pejabat tersebut akan dihukum mati. Hal tersebut telah dibuktikan di RRC, karena sudah ada walikota yang dihukum mati karena terbukti melakukan korupsi setelah Undang-Undang Pemaafan Nasional diberlakukan.

 

Selain itu, mantan Direktur Administrasi Negara untuk Makanan dan Obat-Obatan, Zheng Xiaoyu yang terbukti menerima suap 6,5 juta Yuan (sekitar Rp 75 miliar) telah dieksekusi mati. Para elit politik di RRC banyak juga yang dihukum. Chen Liangyu, mantan sekretaris partai di Shanghai yang dekat dengan Jiang Zemin telah diajukan ke pengadilan. Dia diduga terlibat skandal korupsi senilai 1,25 miliar dollar AS. Begitu juga kasus pemecatan Menteri Keuangan Jin Renqing pada akhir Agustus 2007. Setelah dikabarkan terlibat skandal wanita, belakangan diketahui dia berperan dalam penggalangan dana untuk menindas Falun Gong. Setelah Undang-Undang Pemaafan Nasional diterapkan, sekarang RRC tidak lagi termasuk dalam negara-negara koruptor di dunia.

 

C. Perlunya Pemaafan Nasional Bersyarat

Terlepas dari berbagai masalah lainnya, seperti masalah pelanggaran Hak Asasi Manusia dan kejahatan politik, alangkah lebih bijaksana apabila khusus masalah tindak pidana korupsi perlu adanya kebijakan untuk pemaafan secara nasional atau Pemaafan Nasional Bersyarat. Seluruh warga negara Indonesia harus berbesar hati dan dengan jiwa besar dan berjiwa negarawan untuk saling memaafkan sesama anak bangsa untuk masa depan Indonesia yang lebih baik.

 

Pemaafan Nasional Bersyarat diperlukan karena sebagian besar anak bangsa Indonesia pernah melakukan tindakan korupsi atau menikmati hasil korupsi, mungkin hanya kadar keterlibatan yang berbeda. Hal ini terjadi karena sebelumnya sistem hukum, sistem ekonomi dan keuangan begitu “longgar” sehingga banyak orang mendapat kesempatan untuk korupsi dan bahkan seakan-akan berlomba-lomba untuk melakukan korupsi. Ketika itu, seorang pejabat yang tidak melakukan korupsi malah dianggap aneh atau bodoh, karena untuk lulus menjadi PNS atau masuk berbagai instansi saja harus melakukan penyuapan (sogok). Sehingga setelah mendapat jabatan terdorong untuk melakukan korupsi dengan berbagai modus operandi.

Tags: