Mimpi tentang ‘Kamus Hukum Lengkap’ dari Markas Babinkumnas
Potret Kamus Hukum Indonesia

Mimpi tentang ‘Kamus Hukum Lengkap’ dari Markas Babinkumnas

Sejarah pembuatan kamus hukum di Indonesia tak bisa dilepaskan dari Badan Pembinaan Hukum Nasional. Ada keinginan besar membuat ‘Kamus Hukum Lengkap’.

Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit

 

Pada 1985, lewat Kamus Hukum Pidana tersebut, BPHN menerbitkan seri pertama dari Seri Kamus Hukum. Pada tahap berikutnya, Radhie berkeinginan membuat Kamus Hukum Perdata. Upaya penulisan kamus hukum itu tetap mendapat lampu hijau dari Ismail Saleh, Menteri Kehakiman pengganti Mochtar. Ismail memimpin Departemen Kehakiman selama periode 1984-1993.

 

Kala itu Saleh mengatakan bahasa hukum Indonesia merupakan bagian dari bahasa nasional. Sebagai bahasa hukum nasional, bahasa hukum harus mengikuti ketentuan-ketentuan, aturan-aturan dan kaidah yang ditetapkan dalam bahasa Indonesia. Karena itu pada 10 Juni 1985 ditandatangani kerja sama BPHN dengan Dirjen Kebudayaan yang dalam pelaksanaannya dilakukan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

 

Selanjutnya Saleh menyatakan bahwa dalam kehidupan hukum, bahasa hukum atau bahasa perundang-undangan yang tidak jelas akan membawa ketidakjelasan isi dan makna hukum, dan pada akhirnya mengakibatkan ketidakpastian hukum. Bahasa perundang-undangan yang susunan kalimatnya panjang-panjang, bertele-tele dan semrawut, jelas tidak akan dapat dicerna oleh masyarakat, dan tidak dapat dihayati oleh para pemakai perundang-undangan. Ingat, bahwa pada saat itu, jika ada kata yang tidak jelas dalam Undang-Undang, belum ada mekanisme judicial review ke Mahkamah Konstitusi.

 

Menurut Ismail Saleh, jika pemerintah berkeinginan masyarakat dan rakyat mematuhi hukum dan peraturan perundang-undangan, mematuhi dan menaati ketertiban, maka bahasa hukum dan bahasa perundang-undangan itu sendiri harus tertib, harus jelas, dan dapat dimengerti. Bahasa hukum dan bahasa perundang-undangan yang tidak tertib dan tidak jelas akan menyulitkan masyarakat memahami teks-teks hukum sehingga mereka juga sulit patuh. Ini tidak akan mendorong berkembangnya kesadaran hukum masyarakat. Salah satu cara untuk dapat membina bahasa hukum, tulis Saleh, adalah menciptakan rumusan-rumusan hukum yang tepat, baik dari segi peristilahan maupun dari segi isinya.

 

Jika rumusan teks hukum beragam, dalam arti tidak jelas maksudnya, akan muncul beragam tafsiran pula. Penafsiran yang terus menimbulkan perdebatan akan menggerus kewibawaan hukum. Menghindari hal inilah, kata Saleh, yang mendorong Departemen Kehakiman menjadikan pembentukan Seri Kamus Hukum sebagai salah satu prioritas pembangunan. Kamus Hukum Pidana (Prapublikasi), tegas Saleh, adalah awal untuk program jangka panjang penerbitan kamus-kamus hukum di bidang lainnya.

 

Baca juga:

 

Kamus Hukum Pidana

Tiga tahun setelah terbitnya dokumen prapublikasi tersebut, terbitlah ‘Kamus Hukum Pidana’ yang diterbitkan BPHN, dicetak PT Cicero Indonesia, dan disebutkan bersifat ‘tidak diperdagangkan’. Buku 1988 ini adalah versi kamus hukum pidana yang lebih lengkap dibandingkan versi prapublikasi. Ada sekitar seribu istilah hukum pidana dan acara pidana yang dimuat. Mulai dari kata aberration ictus (bermakna penyimpangan dari arah yang sebenarnya sehingga tidak mengenai sasaran, contohnya tembakan yang tidak mengenai sasaran orang yang dituju tetapi mengenai orang lain; atau ‘melenceng’) hingga kata zware vermoedens di halaman 150 yang berarti ‘dugaan keras’.

Tags:

Berita Terkait