Mempersoalkan Hak Berserikat Advokat
Kolom

Mempersoalkan Hak Berserikat Advokat

Konflik internal antar organisasi profesi advokat membawa kerugian bagi upaya penegakan hukum secara keseluruhan.

Bacaan 2 Menit

 

Sedangkan ketika RUU Advokat disusun pada  awal tahun 2000–an, negara tidak berada dalam kondisi darurat dan samasekali tidak mempertimbangkan kondisi bangsa Indonesia yang multikultural, sehingga tidak ada alasan untuk dibatasi oleh negara c.q. pemerintah.

 

Pasal 28 ayat (1) UU Advokat Multitafsir

Pasal 28 ayat (1) UU Advokat itu sendiri bersifat multitafsir yang dapat ditafsirkan sebagai wadah tunggal (single bar association)atau sebagai federasi (federation of bar association). Ketidakjelasan rumusan “organisasi profesi advokat sebagai satu-satunya wadah profesi” ini telah menyebabkan isu konstitusionalitas UU Advokat, khususnya Pasal 28 ayat (1) UU Advokat dan menjadi isu untuk dikaji secara materiil oleh Mahkamah Konstitusi c.q. Pasal 28D UUD 1945 karena negara wajib menjamin kepastian hukum (rechtszekerheid/ legal certainty)

 

Bahan Kajian Berupa Benturan Norma

Pada hakekatnya perkara no 66 mempersoalkan benturan norma yang menjadi bahan kajian atau isu konstitusionalitas UU Advokat yang dianggap para pemohon tidak sesuai dengan UUD 1945 yaitu antara hak berserikat advokat yang dibatasi Pasal 28 ayat (1) UU Advokat dan jaminan hak berserikat dalam pasal Pasal 28E ayat (3) UUD 1945.

 

Belum lagi UU Advokat memuat benturan norma berupa pasal yang berbenturan dengan pasal yang lain, seperti mukadimah yang menjamin profesi advokat yang bebas dan mandiri, di Organisasi Advokat yang bebas dan bertanggung jawab serta peningkatan mutu advokat. Tetapi, di dalam Pasal 28 ayat (1), Pasal 32 ayat (4) dan Pasal 30 ayat (2) UU Advokat terdapat pembatasan hak berserikat, keharusan menjadi anggota organisasi profesi advokat sebagai satu-satunya wadah profesi advokat dan membentuk organisasi yang dimaksud dalam kurun waktu 2 (dua) tahun. Benturan norma dalam pasal-pasal tadi, telah mengakibatkan ketidakpastian hukum yang dijamin dalam pasal 28 D UUD 1945 yang dapat menjadi kajian Mahkamah Konstitusi tentang konstitusionalitas UU Advokat.

 

Pada hakekatnya pengajuan permohonan uji materiil (materiële toetsingrecht) perkara Nomor 66 ke Mahkamah Konstitusi berlandaskan benturan norma aturan UU Advokat dan UUD 1945. Tidak dipermasalahkan keabsahan organisasi yang mengaku didirikan menurut UU Advokat karena itu bukan wewenang Mahkamah Konstitusi, begitu pula masalah sengketa dan perseteruan kepemimpinan organisasi advokat, tetapi lebih kepada konstitusionalitas dan keselarasan (compatibility) UU Advokat terhadap UUD 1945. Akibat ketidakselarasan itu mau tidak mau dibicarakan sebagai bukti adanya kerugian konstitusional para pemohon, para pencari keadilan (justitiabelen) dan masyarakat, tetapi itu bukan merupakan isu utama. Semua itu dalam rangka kerugian konstitusional yang dialami para pemohon, para pencari keadilan (justitiabelen) dan masyarakat pada umumnya. Juga pelanggaran hak asasi manusia dibahas seperti right to counsel atau hak untuk menunjuk advokat yang dipercaya seorang pencari keadilan, yang dilanggar sebagai akibat pembatasan hak berserikat dan berkumpul (berorganisasi) para advokat.

 

Peran Negara c.q. Pemerintah Diperlukan

Semoga tulisan ini dapat menjadikan  terang tentang dimasukannya  uji materiil UU Advokat dan jauh dari ribut-ribut advokat. Putusan Mahkamah Konstitusi diharapkan dapat menyelesaikan kekisruhan dalam tubuh organisasi advokat karena ketidakjelasan rumusan pasal 28 ayat 1 UU Advokat dan pasal-pasal lainnya sebagaimana diuraikan dalam tulisan ini. Sebagai contoh, Negara Inggris dalam Legal Services Act 2007 secara jelas menyebutkan nama-nama organisasi advokat yang diakui untuk melakukan peran-peran tertentu, antara lain Law Society, The Master of Faculties, The Chartered Institute of Patent Attorneys, The Institute of Trade Mark Attorneys dan lain-lain,  di dalam UK Legal Services Act. UU Advokat tidak menjelaskan organisasi mana yang berwenang menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, kursus, ujian, pelantikan, penyumpahan dan sertifikasi advokat sepertiAdvocaten Wet di Belanda secara tegas menyebutkan NOVA (Nederlandse Orde Van Advocaten) sebagai bar association yang berwenang menyelenggarakan semua hal tersebut bekerjasama dengan negara c.q. pemerintah c.q. Menteri Kehakiman, sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 9b dan 9c Advocaten Wet:

 

“9c

The Netherlands Bar Association shall provide a study programme for trainees and offer trainees the opportunity to follow this training course, to be completed with an exam.

Halaman Selanjutnya:
Tags: