Membaca Muatan dan Implikasi Permenaker Outsourcing
Kolom

Membaca Muatan dan Implikasi Permenaker Outsourcing

Masih banyak celah hukum. Pekerja dan pengusaha punya hak yang sama untuk mengujinya ke MA.

Bacaan 2 Menit

Pendaftaran perjanjian PJP/B dilakukan paling lambat 30 hari kerja sejak menandatangani perjanjian PJP/B.Sedangkan pendaftaran perjanjian pemborongan pekerjaan dilakukan paling lambat 30 hari kerja sebelum pekerjaan dilaksanakan.

Konsekuensi pendaftaran itu mewajibkan pemerintah menerbitkan bukti pendaftaran. Bukti pendaftaran perjanjian pemborongan harus terbit paling lambat 5 (lima) hari kerja dan bukti pendaftaran perjanjian PJP/B paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima berkas pendaftaran.  

Permenaker tidak menjelaskan apa tujuan mendaftarkan perjanjian pemborongan pekerjaan. Pendaftaran perjanjian pemborongan dan perjanjian PJP/B dikualifikasi sebagai sarana memeriksa implementasi Pasal 5, Pasal 9, Pasal 17, Pasal 20, Pasal 24 Permenaker.

Walau demikian, Permenaker tidak mengatur sanksi kepada perusahaan pemberi pekerjaan dan penerima pekerjaan yang tidak mendaftarkan perjanjian pemborongan. Permenaker hanya mengatur akibat hukum bagi perusahaan yang memborongkan pekerjaan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (2) yang menegaskan, hubungan kerja antara penerima pemborongan dengan pekerja/buruh beralih kepada perusahaan pemberi pekerjaan bila terbukti penyerahan pekerjaan itu dilakukan sebelum memiliki bukti pelaporan. 

Pada bagian lain,Pasal 22 melarang perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh (PPJP/B) melaksanakan operasional perusahaan sebelum memiliki bukti pendaftaran perjanjian PJP/B. Bila PPJP/B tetap melaksanakan operasionalnya, dinas tenaga kerja tingkat propinsi mencabut izin operasional PPJP/B.

Dalam keadaan tersebut, Permenaker tidak mengatakan hubungan kerjasamaPPJP/B dengan perusahaan pemberi kerja berakhir demi hukum. Pasal 23 ayat (2) mengatur, pemenuhan hak pekerja/buruh tetap menjadi tanggungjawab PPJP/B. Oleh karena itu, pencabutan izin operasional PPJP/B tidak serta merta mengakhiri kontrak kerja antara PPJP/B dengan perusahaan pemberi kerja (user).

Bahkan, pencabutan izin operasional PPJP/B tidak mengakibatkan hubungan kerja para pekerja/buruh PPJP/B beralih ke perusahaan pengguna tenaga kerja (user). Bisa dikatakan, pekerja/buruh outsourcing tidak memperoleh apapun dari pencabutan izin operasional PPJP/B. Pencabutan izin operasional hanya memberi “derita” bagi perusahaan PPJP/B tetapi tidak memberi manfaat kepada pekerja/buruh.  

Tags: