Masalah dalam Penerapan UU Pelayaran
Kolom

Masalah dalam Penerapan UU Pelayaran

Pemerintah masih tetap saja menerapkan Dispensasi Syarat Bendera yang menimbulkan pungutan liar berjemaah pada Departemen dan Direktorat Jenderal.

Bacaan 2 Menit

 

1.       Sertifikat Statutory, diterbitkan oleh Negara Bendera atau Badan Usaha Profesional yang ditunjuk (diakui) oleh Negara Bendera. Sertifikat diterbitkan oleh Pemerintah atau Badan yang diberi kuasa, setelah melalui berbagai jenis persyaratan yang harus dipenuhi, disurvei oleh petugas Pemerintah (Syahbandar) atau Badan Usaha professional (umumnya Biro Klasifikasi) yang diakui Pemerintah kemudian diterbitkan berbagai jenis sertifikat keselamatan, keamanan, manajemen, perlindungan lingkungan, Lambung Timbul, Surat Ukur dan sebagainya.

2.       Sertifikat Kelas, diterbitkan setelah lulus dari berbagai persyaratan kekuatan, konstruksi dan perlengkapan, disurvei oleh petugas Biro Klasifikasi kapal yang diakui oleh Negara Bendera tersebut. Sertifikat itu antara lain Sertifikat Lambung Kapal, Sertifikat Mesin dan Listrik dan sertifikat kelengkapan lainnya.

 

Survei dan Sertifikasi kelaiklautan kapal dilakukan terhadap berbagai jenis kapal yang berbeda konstruksi, jenis muatan, pekerjaan yang akan dilakukan dan jenis perlengkapan kapal-kapal itu dengan latarbelakang pengetahuan yang berbeda.

 

Pertumbuhan penduduk dunia membuat kebutuhan manusia akan bahan makanan dan mineral makin meningkat. Ini mendorong pengembangan pengetahuan dan teknologi, untuk mencari sumber baru seperti Migas di lepas pantai. Sejak tahun 1960-an mulai dilakukan. Eksplorasi dan eksploitasi perairan menggunakan berbagai jenis kapal yang berbeda sama sekali dengan jenis kapal tradisional mengangkut barang dan penumpang antar pelabuhan. Membutuhkan cara penanganan yang berbeda dengan kapal-kapal konvensional tersebut.

 

Makin banyak jenis kapal yang berbeda fungsi maupun kegiatannya dan  melibatkan jenis pengetahuan dan teknologi yang berbeda untuk membangun, memelihara  dan mengoperasikannya, maka semakin tidak mungkin Pemerintah sendirian bisa melakukan pengawasan dan survei tanpa dibantu oleh pihak yang profesional di bidangnya masing-masing.

 

International Maritime Organization

Kerumitan akan penggunaan pengelolaan maritim dan penggunaan berbagai jenis kapal telah diantisipasi oleh PBB, sehingga setelah selesai Perang Dunia II PBB membentuk organisasi khusus untuk menangani masalah maritim dengan nama “International Maritime Organization (IMO)” pada tahun 1948.

 

Sejak itu secara bertahap IMO membuat berbagai jenis peraturan atau konvensi mengikuti perkembangan pengetahuan dan teknologi kemaritiman untuk digunakan oleh anggotanya termasuk Indonesia dalam membangun, mengoperasikan, memelihara dan mengawaki kapal-kapalnya.

Tags: