Literia Legis dan Sintetia Legis: Mengenali Beragam Cara Menafsir Hukum
Potret Kamus Hukum Indonesia

Literia Legis dan Sintetia Legis: Mengenali Beragam Cara Menafsir Hukum

Metode penafsiran dipakai aparat penegak hukum ketika menghadapi kasus-kasus riil.

Muhammad Yasin/Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

 

Konstruksi Hukum

Interpretasi adalah metode penemuan hukum  dalam hal peraturannya ada tetapi kurang jelas atau tidak jelas untuk diterapkan pada peristiwa nyata. Dalam praktik, dapat juga terjadi belum atau tidak ada yang mengatur perbuatan yang harus diadili seorang hakim. Sebelum UU ITE berlaku, misalnya, sudah ada kasus hacking terhadap laman penyelenggara pemilu. Prinsipnya, hakim tidak boleh menolak perkara karena alasan belum ada hukumnya. Dalam hal yang terakhir ini, hakim dapat melakukan konstruksi.

 

Konstruksi hukum terdiri dari ‘argumentum per analogiam’ atau analogi, argumentum a contrario, dan penghalusan hukum. Dalam argumentum per analogiam, hakim membiat kiasan, analogis, atau ibarat pada kata-kata hukum sesuai dengan asas hukum. Dalam analogis, ada kecenderungan memperluas hukum. Salah satu contoh konstruksi hukum yang menimbulkan perdebatan adalah putusan hakim Bismar Siregar ketika menafsirkan kata ‘bonda’ dalam suatu tindak pidana.

 

Baca juga:

 

Argumentasi a contrario adalah kebalikan analogi. Analogi memperluas jangkauan berlaku suatu peraturan perundang-undangan, sebaliknya argumentum a contrario justru mempersempit jangkauan berlakunya suatu peraturan perundang-undangan. Argumentum a contrarkio berlaku secara umum. Ini bedanya dengan penghalusan hukum, yakni suatu aturan hanya berlaku secara individual atau kelompok tertentu.

 

Contoh konkritnya adalah ‘waktu tunggu’ untuk menikah kembali yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Waktu tunggu ini adalah istilah yang digunakan untuk menunggu dalam waktu tertentu sebelum diizinkan kembali menikah. Tujuannya untuk memastikan apakah seorang perempuan/isteri sedang hamil atau tidak. Dilihat dari maksud pembentuk undang-undang, maka ketentuan ‘waktu tunggu’ tidak mungkin berlaku bagi laki-laki.

 

Untuk memudahkan pemahaman tentang penafsiran, mungkin bisa diterapkan pada kasus korupsi. Pertanyaan paling dasar adalah apa yang dimaksud dengan ‘korupsi’. Jika ditelusuri perundang-undangan Indonesia sejak UU No. 3 Tahun 1971 hingga UU No. 20 Tahun 2001, akan terlihat perluasan cakupan perbuatan yang dikualifikasi sebagai korupsi. Bahkan terkadang muncul perdebatan mengenai satu kata saja karena terjadinya peristiwa konkrit. Telusuri saja perdebatan kata ‘dapat’ dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.

Tags:

Berita Terkait