Literia Legis dan Sintetia Legis: Mengenali Beragam Cara Menafsir Hukum
Potret Kamus Hukum Indonesia

Literia Legis dan Sintetia Legis: Mengenali Beragam Cara Menafsir Hukum

Metode penafsiran dipakai aparat penegak hukum ketika menghadapi kasus-kasus riil.

Muhammad Yasin/Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

 

Salah satu yang dapat dilakukan penafsir adalah melihat kamus bahasa atau kamus hukum. Selain itu, ada beberapa metode interpretasi lain yang dikenal. Meskipun interpretasi itu penting dalam kehidupan hukum, tetapi peraturan yang ideal adalah peraturan yang sedikit membuka ruang interpretasi karena diksi dan susunan kalimat yang jelas. Berikut ini adalah jenis-jenis penafsiran yang lazim dikenal dalam hukum.

 

Baca juga:

 

Penafsiran Gramatikal

Sebagian menyebutnya sebagai penafsiran penafsiran berdasarkan tata bahasa atau ilmu bahasa (de gramatikale of taalkundige interpretatie). Penafsir berusaha menemukan arti suatu kata, istilah, frasa, atau kalimat hukum dengan cara menghubungkan teks itu pada penggunaan tata bahasa atau pemakaian sehari-hari. Di sini, penafsir dapat menggunakan kamus hukum sebagai rujukan. Dalam kaitan ini penting menjadikan Pasal 1342-1345 BW (KUH Perdata) sebagai pegangan.

 

Hukumonline.com

 

Salah satu contoh penafsiran gramatika atau bahasa adalah istilah ‘menggelapkan’ dalam KUHP. Kata ‘menggelapkan’ di sini bisa juga dimaknai sebagai perbuatan ‘menghilangkan’. Contoh lain adalah ‘ditembak’ sebagai cara pelaksanaan hukuman mati. Lema ‘ditembak’ dalam konteks ini harusnya dimaknai ditembak pada sasaran yang membuat terpidana cepat meninggal, bukan ditembak sembarangan.

 

Penafsiran Historis

Penafsiran ini didasarkan pada sejarah terbentuknya suatu rumusan hukum atau perundang-undangan (wethistorie interpretatie). Penafsir melihat suasana bagaimana dulu suatu perundang-undangan terbentuk, termasuk menyelidiki sistem hukum dan politik hukum yang melatarbelakangi lahirnya suatu perundang-undangan. Misalnya, memahami kebaradaan UU Subversi pada masa Orde Baru dan kemudian dicabut pada era reformasi tak lepas dari kondisi historis pada saat itu. Ini juga adalah suatu metode menemukan rfiwayat suatu pranata atau pengertian hukum. Misalnya sejak kapan asas unus testis nullus testis dipakai dalam perundang-undangan.

 

Penafsiran Otentik

Ada yang memasukkan penafsiran ini sebagai penafsiran historis, dan ada yang membuat sebagai penafsiran tersendiri. Maksudnya adalah menafsirkan teks hukum berdasarkan naskah pembahasan peraturan perundang-undangan itu. Jadi, yang dilihat adalah maksud pembentuk undang-undang. Kini, sudah mulai berkembang dokumentasi maksud pembentuk undang-undang melalui penerbitan anotasi undang-undang tertentu. Mahkamah Konstitusi beberapa kali menggunakan penafsiran ini saat menguji Undang-Undang terhadap UUD 1945.

 

Penafsiran Sistematis

Sistematische interpretatie berangkat dari pandangan bahwa hukum adalah sebuah sistem, yang terdiri dari sejumlah subsistem. Untuk mengenal suatu teks hukum secara benar maka penafsir harus menghubungkan satu ketentuan dengan ketentuan lain. Suatu peraturan perundangan-undangan merupakan sistem kesatuan yang terdiri dari bab, pasal dan ayat. Masing-masing item itu tidak berdiri sendiri, melainkan satu kesatuan yang membentuk undang-undang.

Tags:

Berita Terkait