Literia Legis dan Sintetia Legis: Mengenali Beragam Cara Menafsir Hukum
Potret Kamus Hukum Indonesia

Literia Legis dan Sintetia Legis: Mengenali Beragam Cara Menafsir Hukum

Metode penafsiran dipakai aparat penegak hukum ketika menghadapi kasus-kasus riil.

Muhammad Yasin/Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

 

Penafsiran sistematis ini bisa juga melihatnya pada undang-undang berbeda yang saling terkait. Misalnya, ketika ingin mengenali makna ‘tugas seorrang hakim’, bukan hanya dapat dilihat dalam UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekusaan Kehakiman, tetapi juga dalam paket perundang-perundangan lain bidang peradilan seperti UU Peradilan Umum, UU Peradilan Agama, UU Peradilan Militer, UU Peradilan Tata Usaha Negara, UU Mahkamah Agung, dan UU Komisi Yudisial.

 

Penafsiran Teleologis/Sosiologis

Penafsiran teleologis sering digabung dengan penafsiran sosiologis. Ini terjadi jika makna suatu undang-undang ditetapkan berdasarkan tujuan kemasyarakatan. Interpretasi teleologis dapat dimaknai suatu teks hukum masih berlaku tetapi sudah usang, tidak sesuai lagi untuk diterapkan ke dalam peristiwa dan kebutuhan masa kini.

 

Lewat metode interpretasi ini, hakim menyesuaikan teks hukum tersebut dengan kondisi saat ini; jadi semacam mengaktualisasi hukum lama yang masih berlaku agar sesuai dengan kebutuhan saat ini. Pengertian ‘angkutan penumpang’ dapat dijadikan contoh menarik ketika melihat kebutuhan kendaraan roda dua yang dijadikan ojek daring.

 

Interpretasi ini disebut juga interpretasi sosiologis karena metode ini dapat digunakan jika teks dalam perundang-undangan dapat ditafsirkan dengan berbagai cara yang dikenal dalam masyarakat. Prof. Sudikno Mertokusumo memberikan contoh lema ‘pencurian’ dalam Pasal 362 KUHP untuk menafsirkan kata ini dalam konteks pencurian aliran listrik dari kabel milik tetangga.

 

Penafsiran Perbandingan

Interpretasi perbandingan atau komparatif dilakukan dengan cara membandingkan suatu teks hukum dengan teks hukum lain. Ini penting dilakukan ketika dihadapkan pada kenyataan perbedaan sistem hukum daerah atau negara pada kasus yang dihadapi semisal berkembangnya investasi antarnegara. Karena itu, metode ini lazim dipakai dalam perjanjian internasional. Untuk mengatasi perbedaan sistem ini, acapkali disepakati lebih dahulu perbuatan apa saja yang dapat dihukum bersama di dua negara atau lebih. Misalnya, dalam pembuatan perjanjian mutual legal assistance (MLA).

 

Penafsiran Futuristik

Sudikno Mertokusumo memperkenalkan penafsiran futuristik, dan Bagir Manan menyebutnya sebagai penafsiran antisipatif.  Penafsiran ini mengunakan pemaknaan berdasarkan aturan-aturan hukum yang akan berlaku, atau berpedoman pada undang-undang yang belum mempunyai kekuatan hukum.

 

Dalam praktik, suatu undang-undang yang baru disahkan belum tentu langsung berlaku, karena pembentuk undang-undang masih memberikan waktu beberapa tahun kemudian untuk persiapan. Hakim bisa menggunakan peraturan semacam ini untuk menyelesaikan kasus tertentu. Bagir dalam bukunya Hukum Positif Indonesia (Suatu Kajian Teoritik) memberi contoh Niuew Burgerlijk Wetboek Belanda.

Tags:

Berita Terkait