Bawaslu juga merekomendasikan penyelenggara pemilihan, paslon, tim kampanye, dan pemilih selalu menerapkan protokol kesehatan secara ketat dalam melaksanakan dan mengikuti kegiatan kampanye. Rekomendasi lain yaitu penyelenggara pemilihan, pemerintah daerah, satuan tugas berkoordinasi secara berkelanjutan dalam keterbukaan informasi terkait pelaksanaan tahapan pemilihan dan perkembangan kondisi pandemik covid-19 di setiap daerah.
"Kepolisian dan Gugus Tugas Penanggunalangan Covid-19 setempat harus berkoordinasi secara masif dalam penegakan hukum dan penindakan atas pelanggaran protokol kesehatan," ujar Afif.
Penegakan Aturan
Terkait ini, Ketua Bawaslu Abhan menegaskan Bawaslu bisa menggunakan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dalam upaya menegakkan protokol kesehatan pada Pilkada Serentak 2020. Dalam UU tersebut terdapat jenis sanksi administrasi yaitu peringatan dan denda administratif.
“Jika ada peserta pemilu yang melanggar, Bawaslu akan menegur. Apabila diabaikan, Bawaslu akan melakukan koordinasi dengan KPU untuk jatuhkan sanksi sesuai dengan kewenangan Bawaslu,” ujar Abhan di kesempatan yang sama.
Selain itu, Abhan menyebutkan bahwa pengawas pemilu juga bisa menggunakan pendekatan hukum pidana Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 212 dan Pasal 218. Kedua pasal tersebut dikaitkan dengan kerumunan massa saat tahapan pilkada. Ancaman hukuman denda penjara dan membayar sejumlah uang.
“Kedua aturan tersebut digunakan jika sebuah perkara tidak bisa ditangani dengan UU pemilihan. Karena tidak semua aturan tercantum dalam UU pemilihan,” ungkap Abhan.
Menurut Abhan, sampai saat ini Bawaslu telah melakukan beberapa upaya penegakan protokol kesehatan dalam aspek pencegahan. Diantaranya, Rapat Koordinasi (Rakor) pembentukan kelompok kerja (Pokja) terkait tata cara penanganan pelanggaran protokol kesehatan pada Pilkada Serentak 2020.