Upaya Menyamakan Persepsi dalam Industri Asuransi
Kolom

Upaya Menyamakan Persepsi dalam Industri Asuransi

Perbedaan persepsi yang terjadi menunjukkan masih perlu ditingkatkannya keterbukaan informasi oleh pihak asuransi dan sekaligus kemampuan nasabah dalam memahaminya.

Bacaan 5 Menit

Pada praktiknya nasabah akan menyerahkan data dan informasinya kepada perusahaan asuransi untuk memperoleh penawaran mengenai manfaat yang dijanjikan dan premi yang harus dibayarkan. Sementara proses analisis, korelasi data dengan profil risiko, asumsi yang digunakan dan metode penghitungan premi, semua dilakukan oleh perusahaan asuransi yang memiliki kemampuan dengan sumber daya yang lengkap. Hal-hal yang menjadi kewenangan dan ditetapkan perusahaan asuransi tersebut bukanlah hal mudah untuk dapat dipahami oleh nasabah.

Data nasabah yang sama apabila dianalisis oleh perusahaan asuransi yang berbeda dapat menghasilkan penawaran yang berbeda. Berbagai variasi yang ada tidak memungkinkan nasabah untuk membandingkan secara langsung satu produk asuransi dengan produk lainnya. Oleh karenanya amat penting bagi nasabah untuk memperoleh penjelasan lengkap sebelum memutuskan agar tidak terjadi kesalahpahaman ataupun memiliki harapan melebihi apa yang dijanjikan.

Hal untuk Dipertimbangkan

Ketentuan yang ada memang telah mengatur kewajiban perusahaan asuransi untuk menyampaikan informasi akurat mengenai produknya kepada calon nasabah. Namun perbedaan persepsi yang terjadi menunjukkan masih perlu ditingkatkannya keterbukaan informasi oleh pihak asuransi dan sekaligus kemampuan nasabah dalam memahaminya. Oleh karenanya ada berbagai upaya yang kiranya dapat dipertimbangkan sebagai masukan bagi para pemangku kepentingan industri ini.

Pertama, meningkatkan transparansi. Perusahaan asuransi harus mampu memperkaya materi informasi yang disampaikan para petugas pemasaran mereka kepada nasabah atau calon nasabah pada saat penawaran dilakukan. Bukan hanya penjelasan mengenai pentingnya membeli produk asuransi, tetapi juga bagaimana cara nasabah untuk dapat menilai profil risiko yang dimilikinya. Apabila nasabah mampu mengenali dan menganalisis risikonya, akan lebih mudah baginya untuk memahami produk yang ditawarkan.

Kedua, memastikan kualitas penyampaian informasi. Perusahaan asuransi dapat melakukannya dengan melaksanakan konfirmasi lanjutan kepada nasabah atau calon nasabah untuk menguji pemahaman mereka atas produk yang telah dibeli atau setelah polis ditandatangani. Konfirmasi lanjutan seharusnya bukan hanya untuk tujuan formalitas atau sekadar bertanya apakah benar nasabah telah membeli dan telah memperoleh penjelasan. Konfirmasi ini harus ditujukan untuk menggali seberapa jauh efektivitas dan kualitas pemberian informasi pada saat penjualan.

Dalam hal ternyata diketahui bahwa nasabah tidak mengerti, maka pihak asuransi harus bersedia memberikan penjelasan ulang yang memadai. Proses ini akan membuat pihak asuransi dapat memastikan pemahaman nasabah yang sebenarnya, selain mengandalkan dokumentasi formal berupa adanya persetujuan tertulis nasabah atas polis yang dibeli.

Ketiga, peningkatan literasi melalui edukasi berkelanjutan. Mengingat umumnya perjanjian asuransi memiliki jangka waktu yang panjang, perusahaan asuransi dari waktu ke waktu seharusnya mampu menyegarkan kembali pemahaman nasabah atas produk yang dimilikinya. Hal ini akan membantu untuk memastikan bahwa nasabah masih tetap memiliki pemahaman yang benar dan persepsi yang sama pada saat mengajukan klaimnya.

Pandemi adalah tantangan sekaligus peluang bagi industri asuransi. Masyarakat semakin peduli akan kesehatannya dan menyadari adanya kebutuhan untuk mengalihkan risikonya pada pihak lain. Apabila kendala yang terjadi berhasil diatasi maka kepercayaan masyarakat dapat terjaga dan pertumbuhan yang sehat di industri keuangan secara keseluruhan dapat dipertahankan.

*)Yosea Iskandar, Praktisi Hukum Sektor Jasa Keuangan.

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait