Teknik Pembuktian Ajaran Dualistis dalam KUHP Nasional
Kolom

Teknik Pembuktian Ajaran Dualistis dalam KUHP Nasional

Ajaran yang memisahkan secara tegas antara perbuatan pidana (criminal act) dan pertanggungjawaban pidana (criminal responsibility). Setiap tahap pemeriksaan perkara pidana wajib membuktikan kesengajaan untuk mencegah pemidanaan terhadap perbuatan yang tidak sengaja.

Bacaan 6 Menit

Pasal 36 ayat (1) KUHP Nasional menyatakan, “Setiap Orang hanya dapat diminta pertanggungjawaban atas Tindak Pidana yang dilakukan dengan sengaja atau karena kealpaan”. Pengaturan ini memberikan konsekuensi lain yaitu terpenuhinya unsur-unsur tindak pidana tidak serta-merta membuat seseorang dipidana.

Rumus pemidanaan dalam ajaran dualistis adalah tindak pidana + pertanggungjawaban pidana = pidana dan pemidanaan. Oleh karena itu, pidana hanya dapat dijatuhkan apabila terpenuhinya unsur-unsur tindak pidana dan juga pertanggungjawaban pidana—yang salah satunya aspek kesalahan.

Lebih lanjut, Pasal 36 ayat (2) KUHP Nasional juga merumuskan bahwa “Perbuatan yang dapat dipidana merupakan Tindak Pidana yang dilakukan dengan sengaja, sedangkan Tindak Pidana yang dilakukan karena kealpaan dapat dipidana jika secara tegas ditentukan dalam peraturan-perundang-undangan”. Hal ini mengandung arti bahwa setiap tindak pidana harus dianggap dilakukan dengan sengaja. Di sisi lain, unsur “kealpaan” harus tegas dirumuskan dalam undang-undang untuk tindak pidana yang dilakukan karena kealpaan.

Sebagai contoh, Pasal 311 KUHP Nasional berbunyi, “Setiap Orang yang karena kealpaannya mengakibatkan terjadinya kebakaran, ledakan, atau banjir yang mengakibatkan bahaya umum bagi barang, bahaya bagi nyawa orang lain, atau matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V”.

Menurut penulis, ditiadakannya kata-kata "dengan sengaja"—sebagai bagian inti delik atau unsur-unsur tertulis tindak pidana—disebabkan oleh penerapan asas tentang kesalahan. Asas ini telah ditempatkan dalam Buku Kesatu KUHP Nasional sebagai prinsip umum hukum pidana. Hilangnya “dengan sengaja” dalam rumusan pasal suatu tindak pidana sebenarnya tidak mengindikasikan pasal tersebut dapat diterapkan kepada perbuatan karena kealpaan. Sebab, pasal pemidanaan kepada orang yang melakukan perbuatan karena kealpaan harus secara tegas merumuskan unsur kealpaan (Pasal 36 ayat (2) KUHP Nasional).

Teknik Pembuktian

Penyidik, penuntut umum, dan hakim akan membuktikan bestanddele/unsur-unsur tertulis dalam proses pembuktian tindak pidana. Elementen atau unsur yang tidak tertulis tidak dibuktikan dan dianggap ada, kecuali dibuktikan sebaliknya yang diajukan oleh pihak terdakwa. Namun, apakah pembuktian kesengajaan masih diperlukan dengan tidak tertulisnya "dengan sengaja" dalam suatu pasal?

Jawaban atas pertanyaan tersebut dapat ditemukan dalam Penjelasan Pasal 36 ayat (2) KUHP Nasional yang menegaskan,“Setiap tindak pidana dalam peraturan perundang-undangan harus dianggap dilakukan dengan sengaja dan unsur kesengajaan ini harus dibuktikan pada setiap tahap pemeriksaan perkara”.

Tags:

Berita Terkait