Teknik Pembuktian Ajaran Dualistis dalam KUHP Nasional
Kolom

Teknik Pembuktian Ajaran Dualistis dalam KUHP Nasional

Ajaran yang memisahkan secara tegas antara perbuatan pidana (criminal act) dan pertanggungjawaban pidana (criminal responsibility). Setiap tahap pemeriksaan perkara pidana wajib membuktikan kesengajaan untuk mencegah pemidanaan terhadap perbuatan yang tidak sengaja.

Bacaan 6 Menit

Namun, penggunaan istilah bagian inti delik jarang digunakan dalam praktik. Istilah unsur-unsur tindak pidana lebih sering digunakan untuk menunjukkan kata, frasa, atau kalimat yang tertulis dalam pasal suatu undang-undang. Topo Santoso menggunakan istilah unsur-unsur tertulis untuk menyebut delicts bestanddelen dan unsur-unsur yang tidak tertulis untuk menyebut delicts elementen.

Ajaran dualistis yang kini dianut KUHP Nasional membuat kata-kata “dengan sengaja” tidak lagi sebagai bagian inti delik/unsur tertulis dalam suatu Tindak Pidana. Sebagai contoh, Pasal 458 KUHP Nasional tentang Pembunuhan tidak lagi memasukkan kata “dengan sengaja”. Berbeda dengan Pasal 338 KUHP Wetboek van Strafrecht (WvS) yang memasukkan kata “dengan sengaja” sebagai bagian inti delik.

Pasal 458 KUHP Nasional berbunyi, “Orang yang merampas nyawa orang lain, dipidana karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling paling lama 15 (lima belas) tahun”. Bandingkan dengan Pasal 338 KUHP WvS: “Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”.

Begitu juga dalam pasal-pasal yang lain misalnya perbandingan Pasal 486 KUHP Nasional tentang Penggelapan dengan Pasal 391 KUHP Nasional tentang Penggunaan Surat Palsu. Tidak ada lagi kata-kata “dengan sengaja”. Ajaran dualistis ini memisahkan secara tegas antara tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana. Implikasinya jelas pada perumusan unsur-unsur tindak pidana.

Walaupun demikian, menurut doktrin, frasa "sengaja" dalam perumusan tindak pidana sering mengambil bentuk lain. Contohnya seperti "dengan maksud", "mengetahui", "yang diketahuinya", "padahal diketahuinya", atau "sedangkan ia mengetahui". Bentuk semacam ini pada dasarnya menunjukkan bahwa tindak pidana tersebut dilakukan dengan sengaja.

Lebih jauh lagi, banyak ahli mengatakan kata kerja yang diawali dengan imbuhan me- seperti "mengambil barang" sudah menyiratkan perbuatan tersebut harus dilakukan dengan sengaja.

Kesalahan sebagai Asas Umum

Pembahasan tentang kesengajaan—sebagai salah satu bentuk kesalahan—dalam Buku Kesatu KUHP menandakan pengakuan resmi atas pentingnya asas tiada pidana tanpa kesalahan. Asas ini dulu hanya menjadi diskursus akademik dalam buku-buku teks. Kini ia ditempatkan sebagai asas umum dalam KUHP Nasional.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait