Tanggung Jawab Organ PT dan Perlindungan Hukum terhadap Kreditur
Kolom

Tanggung Jawab Organ PT dan Perlindungan Hukum terhadap Kreditur

Hukumonline telah memberitakan bahwa PT Mustika Niagatama, salah satu perusahaan yang tergabung dalam Grup Ongko yang telah dinyatakan pailit, dimohonkan pembubarannya oleh kurator dan kreditur-krediturnya (13 Desember 2000). Yang menjadi sorotan utama adalah bahwa menurut laporan kurator, aset likuid yang dimiliki PT Mustika hanya Rp25 juta, sedangkan total utang yang dimiliki Rp2,6 triliun.

Bacaan 2 Menit

Perlindungan hukum terhadap kreditur

Adanya permintaan dari kurator untuk membubarkan PT Mustika Niagatama ini makin menyulitkan posisi para kreditur. Pasalnya, dengan dibubarkannya PT Mustika, maka pengurusan aset pailit dari kurator akan dialihkan ke likuidator.

Hal ini tentunya merugikan posisi kreditur. Pasalnya, ketentuan mengenai pengangkatan, pemberhentian sementara, pemberhentian, wewenang, kewajiban, tanggung jawab dan pengawasan terhadap Direksi berlaku pula bagi likuidator (Pasal 122 UUPT).

Kemandirian likuidator sangat diragukan dalam hal pengawasan dan pengelolaan aset pailit karena likuidator bertanggung jawab terhadap RUPS. Hal ini berbeda dengan kurator yang mempunyai tanggung jawab terhadap kreditur dan di bawah pengawasan Hakim Pengawas Pengadilan Niaga (Pasal 67B UU Kepailitan).

Oleh sebab itu, apabila PT Mustika memang dibubarkan, maka upaya hukum yang dapat dilakukan oleh kreditur adalah mengajukan gugatan secara perdata terhadap organ PT Mustika, yaitu Direksi, Komisaris dan RUPS dengan dasar hukum perbuatan melawan hukum yaitu mendirikan paper company.

Upaya hukum yang lain adalah mengajukan gugatan secara pidana terhadap organ PT Mustika secara pidana, dengan dasar hukum perbuatan curang (bedrog) atau perbuatan merugikan pemihutang (schuldeischer) atau orang yang mempunyai hak (rechthebbende).

Alternatif hukum lain, jika PT. Mustika terbukti mempunyai personal guarantee, yaitu penjamin yang memberikan jaminan untuk pinjaman kepada PT Mustika, maka para kreditur dapat mengajukan gugatan pailit terhadap personal guarantee.

Semoga tulisan singkat ini dapat memberikan solusi hukum untuk kepentingan penegakan hukum di Indonesia dan memberikan  pelajaran terhadap debitur-debitur yang nakal agar bertanggung jawab terhadap perbuatannya dan segera membayar utang-utangnya. 

 

M.Y.P. Ardianingtyas, SH, LL.M adalah alumnus Fakultas Hukum UI (angkatan 94) dan Faculty of Law Vrije Universiteit Amsterdam. Penulis sekarang menjadi asisten Dosen di FH UI untuk mata kuliah Hukum Kepailitan, PKPU dan Akoord

Tags: