Tanggung Jawab Bandara dan Maskapai Penerbangan di Tengah Pandemi
Kolom

Tanggung Jawab Bandara dan Maskapai Penerbangan di Tengah Pandemi

Operator bandara akan diuji ketika PSBB mulai dilonggarkan.

Bacaan 2 Menit

Dalam situasi pandemi Covid-19, kesehatan penumpang termasuk lingkup bodily injury. Tertularnya penumpang, baik di dalam pesawat maupun dalam perjalanan menuju (embarking) dan turun (disembarking) dari pesawat, menjadi tanggung jawab maskapai penerbangan maupun operator bandara. Keduanya saling berbagi tanggung jawab dengan tingkatan berbeda.

Skenario operasional bandara menciptakan ragam variasi dalam menentukan kapan tanggung jawab bandara dimulai dan maskapai berakhir. Bisa jadi tanggung jawab Angkasa Pura I lebih besar ketimbang Angkasa Pura II, atau sebaliknya, setelah menelaah strategi mitigasi resiko masing-masing. Divisi hukum masing-masing operator bandara perlu mengidentifikasi segala probabilitas yang mungkin tercipta. Tujuannya tidak lain meminimalisir kompensasi sebagai wujud tanggung jawab (liability) yang perlu diberikan ketika terjadi kasus penularan Covid-19 kepada penumpang.

Pasal 21 ayat (2) Montreal Convention of 1999, “The carrier shall not be liable for damages arising under paragraph 1 of Article 17 to the extent that they exceed for each passenger 100,000 Special Drawing Rights if the carrier proves that:

(a) such damage was not due to the negligence or other wrongful act or omission of the carrier or its servants or agents; or

(b) such damage was solely due to the negligence or other wrongful act or omission of a third party.”

Menyesuaikan inflasi dunia, batas kompensasi tier pertama telah naik menjadi maksimum 128.821 SDR semenjak 28 Desember 2019. Maskapai dan operator bandara yang melayani penerbangan internasional, baik sendiri maupun bersama-sama, dihadapkan dengan angka ini. Perlu digarisbawahi ketentuan Montreal Convention of 1999 hanya berlaku bagi penerbangan internasional berjadwal (scheduled flight). Begitupula dengan Warsaw Convention of 1929 dengan jumlah kompensasi yang jauh lebih kecil sebagai pembeda.

Penerbangan Domestik dan Hukum Nasional

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan beserta Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara hadir sebagai hukum positif yang relevan. Rezim hukum nasional sebagaimana umumnya berlaku bagi penerbangan domestik banyak terinspirasi konsep Warsaw Convention 1929 maupun Montreal Convention 1999. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengadopsi.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait