Sofyan Sitompul, 'Wakil Tuhan' yang Fokus ke Perampasan Aset
Berita

Sofyan Sitompul, 'Wakil Tuhan' yang Fokus ke Perampasan Aset

Keberhasilan pemberantasan TPPU sangat bergantung pada formulasi UU-nya, kualitas penegak hukumnya.

Agus Sahbani
Bacaan 7 Menit

Kalau ditanya apa yang perhatian dan berkesan mungkin sekarang ini ada perkembangan hukum atau dinamika hukum dalam penanganan TPPU melihat paradigma memenjarakan sebagai balas dendam dengan cara menghukum seberat-beratnya. Padahal, pidana penjara tidak membuat efek jera, seperti korupsi atau narkoba/narkotika. Sebaiknya, pendekatan/paradigma penghukuman perkara korupsi, narkoba, TPPU, bukan hanya sekadar menghukum pelaku selama-lamanya atau seberat-beratnya, tapi bagaimana mengembalikan kerugian keuangan negara karena itu hak milik atau kepunyaan rakyat.

Apabila ada terpidana/terdakwa sudah mengembalikan begitu banyak kerugian keuangan negara (pengembalian aset), maka secara profesional harus dipertimbangkan, bukan dihukum penjara seberat-beratnya. Sebab, hal ini akan menguntungkan kondisi keuangan negara untuk dapat membantu masyarakat.

Hukumonline.com

Itu konkritnya seperti apa?  

Artinya bagaimana mengubah paradigma bagaimana secara efektif memburu/mengejar kekayaan hasil pelaku TPPU. Tapi, jangan disalahartikan atau ditafsirkan dalam tanda petik kalau damai-damai di bawah kasusnya selesai, itu masalah. Barangkali dalam dimensi restorative Justice memang ada benarnya, tetapi yang ingin ditekankan dimensi bagaimana memburu harta kekayaan hasil tindak pidana itulah yang penting diutamakan. Tapi hukuman penjara tetap diperlukan, pemikiran utamanya kita harus melihat bagaimana sekarang pendekatan pidana dari sudut pandang analisa ekonomi juga.

Memang selama ini asset recovery terutama dalam perkara-perkara korupsi dan narkoba yang mengandung unsur pencucian uang belum efektif?

Belum optimal, ini disebabkan karena UU-nya belum ada. Seingat saya masih dalam rancangan, RUU Perampasan Aset. Untuk mengisi kekosongan hukum itu, terbitlah Perma No. 1 Tahun 2013 tentang Tata Cara Permohonan Penanganan Harta Kekayaan dalam TPPU atau Tindak Pidana Lain. Biasanya dalam kasus, pelakunya tidak diketahui, buron atau meninggal dunia. Pendekatan Perma ini lebih bersifat relasi keperdataan. Tapi, kalau pelaku pencucian uang masih hidup bisa saja dituntut ke pengadilan dengan pembuktian terbalik. Apakah dia (pelaku) mendapat harta kekayaannya dari hasil usaha yang sah, kalau dia tidak bisa membuktikan hartanya dianggap tidak legal dan bisa dirampas.

Faktanya, masih sedikit kasus pencucian uang yang diproses hingga ke pengadilan. Tahun 2018, hanya tercatat 54 perkara pencucian uang yang diputus pengadilan. Kondisi ini menunjukan Indonesia masih dianggap belum bersungguh-sungguh dalam pemberantasan TPPU. Ini perlu dikaji lebih mendalam faktor yang menjadi kendala penegakan hukum pencucian uang belum efektif dan optimal.

Bagaimana Anda melihat asas pembalikan beban pembuktian ini?

Keberhasilan pemberantasan TPPU sangat bergantung pada formulasi UU-nya, kualitas penegak hukumnya. Faktor ini yang juga mempengaruhi belum optimalnya UU TPPU, khususnya penerapan pembalikan beban pembuktian sesuai Pasal 77 UU TPPU. Bila asas pembalikan beban pembuktian dikaitkan dengan rumusan kejahatan pencucian uang dalam Pasal 3 dan Pasal 5 UU TPPU terlihat tidak saling mendukung akibat kekaburan Pasal 77 UU TPPU yang kurang jelas dan multitafsir. Seharusnya Pasal 77 UU TPPU ada penjabaran menghilangkan multitafsir mekanisme kewajiban yang bersifat memaksa untuk membuktikan harta kekayaan terdakwa bukan hasil kejahatan dengan memodifikasi asas pembalikan beban pembuktian berdasarkan teori keseimbangan.

Tags:

Berita Terkait