Simon Butt: Seharusnya Lebih Banyak Perempuan Menjadi Hakim MK
Profil

Simon Butt: Seharusnya Lebih Banyak Perempuan Menjadi Hakim MK

Pengadilan seperti MK sangat bersandar pada reputasinya di mata masyarakat. MK perlu menjaga persepsi masyarakat tentang para hakimnya.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

 

Sejak penangkapan Akil Mochtar jadi menyulitkan reputasi MK. Ditambah kasus Patrialis Akbar, lebih sulit lagi. Kalau boleh terus terang, pelantikan Prof. Saldi Isra menjadi sejarah baru MK. Karena dia seperti Prof.Jimly, sangat terkenal sebagai ahli hukum tata negara. Sosok seperti itu diperlukan di MK. Memang banyak sekali hakim lainnya yang sangat ahli, tapi Prof.Saldi Isra punya nama besar. Saya harap dia bisa mengembalikan citra seperti pada masa awal dulu.

 

Ada persoalan terbaru apa yang menarik perhatian anda saat ini tentang MK?

Saya heran mengapa tidak banyak perempuan yang diangkat sebagai hakim konstitusi. Pembahasan saat ini sebatas memastikan pengganti hakim perempuan (Prof.Maria Farida-red.) juga perempuan. Mengapa tidak dibahas agar jumlahnya diperbanyak menjadi empat atau lima dari total sembilan hakim itu? Di seluruh dunia sudah banyak membicarakan gerakan kesetaraan.

 

Adakah perbedaan yang anda amati soal corak pemikiran para hakim di putusan MK dari masa ke masa kepemimpinan Ketua MK?

Di masa Prof. Jimly dan Prof. Mahfud cukup konsisten dalam kualitas. Maksudnya selalu ada argumentasi dan pertimbangan hukum yang dapat dimengerti. Sekarang pun masih banyak seperti itu, tapi tidak selalu konsisten. Saya tidak bilang ada putusan yang tidak bagus, tapi dibandingkan putusan lainnya terlihat berbeda sekali.

 

Contohnya putusan mengenai kolom agama di KTP. Pertimbangan hukumnya agak panjang, kalau nggak salah 20-30 halaman tentang argumentasinya. Tapi ada putusan sebelumnya cuma 5-7 halaman saja pertimbangan hukumnya. Untuk Mahkamah Konstitusi, menurut saya perlu pertimbangan yang mendalam.

 

Menurut anda 5-7 halaman itu tidak cukup?

Karena menurut saya masalah yang dihadapi lebih penting, jadi putusannya harus lebih banyak argumentasi, lebih jelas. MK adalah pengadilan dengan posisi paling tinggi. Pengadilan yang sangat penting, berkaitan dengan hak asasi manusia. Berarti alasannya harus kuat dan banyak penjelasannya.

 

Ada juga putusan yang menguraikan cukup panjang di bagian pertimbangan, tetapi kurang dijelaskan dengan detil dalam kesimpulan putusan soal kaitan pertimbangan tersebut dengan isi putusan. Ini jadi terlihat tidak saling bersambung antara pertimbangan dengan isi putusan secara jelas.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait