Segera Reformasi Pemberantasan Korupsi
Kolom

Segera Reformasi Pemberantasan Korupsi

Ada sejumlah hal krusial yang harus segera dikerjakan oleh pemangku kepentingan dengan merujuk teori dalam buku The Legal System A Social Science Perspective karya Lawrence M. Friedman.

Bacaan 5 Menit
Kurnia Ramadhana. Foto: Istimewa
Kurnia Ramadhana. Foto: Istimewa

Isu pemberantasan korupsi tergerus habis-habisan oleh pemberitaan politik belakangan waktu terakhir, khususnya menyangkut kontestasi pemilihan umum. Padahal, kondisi pemberantasan korupsi tidak dalam keadaan baik-baik saja. Akhir Januari lalu menjadi bukti konkret saat Transparency International membeberkan pencapaian Indonesia dalam Indeks Persepsi Korupsi (IPK). Praktis tidak ada yang bisa dibanggakan karena skor Indonesia stagnan di angka 34 dan peringkatnya pun merosot dari 110 menjadi 115. 

Jika dilihat dari periode awal pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), IPK Indonesia memang sempat mengalami kenaikan sangat signifikan pada tahun 2019. Skor Indonesia kala itu berada di angka 40. Namun, setahun kemudian IPK Indonesia anjlok menjadi 37 dan hingga sekarang belum membaik. Bahkan, bila ditarik mundur saat awal Presiden Jokowi dilantik tahun 2014, skor IPK Indonesia sama seperti tahun 2023. Tentu ini menunjukkan upaya pemberantasan korupsi selama dua periode kepemimpinan Presiden Jokowi jalan di tempat. Komitmen antikorupsi Presiden dalam Nawacita tahun 2014 juga tak terbukti. 

Baca juga:

Stagnasi pemberantasan korupsi sebenarnya bukan hal mengejutkan lagi, melainkan sudah diprediksi sejak lama oleh masyarakat. Bagaimana tidak, seluruh perangkat pemberantasan korupsi diperlemah secara sistematis dan terstruktur. Daftarnya dimulai dari penggembosan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui perubahan regulasi kelembagaan, fenomena Pimpinan KPK bermasalah, pengundangan aturan-aturan bermasalah, hingga maraknya vonis pengadilan yang tak memberi efek jera. Dengan realita demikian, mustahil skor maupun peringkat IPK Indonesia membaik pada tahun-tahun mendatang. 

Oleh sebab itu, kebijakan pemberantasan korupsi seperti saat ini mau tidak mau mesti diubah. Berpegang pada buku The Legal System A Social Science Perspective karya Lawrence M. Friedman, ada sejumlah hal krusial yang harus segera dikerjakan oleh pemangku kepentingan.

Pertama, struktur hukum yang menjalankan fungsi sistem peradilan pidana harus direformasi total mulai dari KPK, kepolisian, kejaksaan, Mahkamah Agung (MA), hingga lembaga pemasyarakatan (lapas). 

Reformasi KPK sendiri sebaiknya dimulai dari pengembalian status independensi lembaga. Hal ini penting karena perubahan UU KPK tahun 2019 telah memaksa KPK untuk tunduk di bawah cabang kekuasaan eksekutif. Padahal, ciri utama lembaga pemberantas korupsi yang ideal adalah memiliki independensi kelembagaan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait