Saat Publik Ramai-ramai Menuntut Penundaan Pelaksanaan Pilkada Serentak
Berita

Saat Publik Ramai-ramai Menuntut Penundaan Pelaksanaan Pilkada Serentak

Jangan diteruskan asumsi bahwa kita mampu mencegah kerumunan.

Moch. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 5 Menit

“Mereka jantung penyelenggara pilkada. Kalau mereka yang terpapar covid tentu aktifitas sangat terhambat. Tentu saja mereka ini berpotensi menjadi klaster penyebar virus ke daerah. Jika pilkada terus berlangsung akan banyak hal yang tidak terkontrol,” ujar Anwar.

Peneliti Senior Netgrit Hadar Nafis Gumay menilai ada kekeliruan pendekatan penyelenggaraan pilkada di masa pandemi. Ia menyebutkan indikator tidak berjalan lancar dan berjatuhan terus korban covid sebagai bukti. Menurut Hadar jika tidak dilakukan perubahan pendekatan, situasi ini tidak akan berubah. 

Hadar menyebutkan UU Pemilihan yang ada saat ini meskipun telah disertakan dengan UU Nomor 6 Tahu 2020 tetap saja tidak ampu mengakomodir pelaksanaan Pilkada di masa pandemi. Pendekatan lain yang juga menurut Hadar harus diubah adalah perubahan dari penambahan sanksi menjadi pencegahan. “Karena kondisi pandemi hari ini. Justru jangan ada kontak dulu. Sekarang yang dipikirkan adalah bagaimana kita meningkatkan sanksi. Itu lebih melihat postnya,” ujar Hadar.

Terakhir menurut Hadar, jangan diteruskan asumsi bahwa kita mampu mencegah kerumunan. “Itu berat sekali. Modal sosial gak cukup, politisinya juga gak sadar, jadi itu harus di rombak. Karenanya perlu kita tunda dulu,” tegas Hadar.

Karena itu berdasarkan kondisi terkini, koalisi menyatakan sikap sebagai berikut: pertama, mengecam keras keputusan DPR, Pemerintah, dan Penyelenggara Pemilu yang terus melanjutkan tahapan Pilkada 2020. Keputusan ini melukai hati masyarakat. DPR, Pemerintah, dan Penyelenggara Pemilu seolah-olah menutup mata dan telinganya terhadap suara nyata masyarakat untuk menunda Pilkada 2020. Bahkan, desakan dari dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, NU dan Muhammadiyah juga sama sekali tidak diindahkan oleh DPR, Pemerintah, dan Penyelenggara Pemilu.

Kedua, DPR, Pemerintah, dan Penyelenggara Pemilu seperti tidak memahami masalah yang terjadi, sehingga dengan mudahnya menyimpulkan, perlu perbaikan Peraturan KPU untuk menyiapkan manajemen teknis dan tahapan Pilkada 2020 ditengah kondisi pandemi COVID-19 yang semakin membahayakan. Padahal, persoalan regulasi di dalam melaksanakan pilkada ditengah pandemi itu ada di UU Pilkada. UU Pilkada yang berlaku saat ini sama sekali tidak mengatur detail teknis dan manajemen pelaksanaan pilkada yang harus sesuai dengan keperluan dalam keadaan pandemi. Artinya, tidak bisa perbaikan regulasi hanya dilakukan pada Peraturan KPU, melainkan harus dilakukan pada UU Pilkada.

Ketiga, Pemerintah, DPR, dan Penyelenggara Pemilu sedang mempertaruhkan nyawa banyak orang dengan memaksakan Pilkada di tengah kondisi pandemi yang masih sangat mengkhawatirkan. Oleh sebab itu, kami mendesak agar sikap DPR, Pemerintah, dan Penyelenggara Pemilu untuk mengubah pendiriannya, mengingat bahaya besar bagi kesehatan masyarakat jika Pilkada 2020 masih terus dilanjutkan sebelum skala pandemi ini terkendali di Indonesia.

Terkahir, koalisi mendesak agar Pilkada 2020 ditunda, sampai situasi pandemi lebih terkendali, dengan pemetaan yang jauh lebih detail dengan koordinasi dengan BNPB yang bertanggung jawab atas penanganan Covid-19. Penundaan Pilkada perlu dilakukan hingga Pemerintah, DPR dan Penyelenggara Pemilu selesai menyiapkan regulasi yang lebih komprehensif dan cermat untuk melaksanakan pilkada ditengah kondisi pandemi.  

 

Dapatkan artikel bernas yang disajikan secara mendalam dan komprehensif mengenai putusan pengadilan penting, problematika isu dan tren hukum ekslusif yang berdampak pada perkembangan hukum dan bisnis, tanpa gangguan iklan hanya di Premium Stories. Klikdi sini.

Tags:

Berita Terkait