RUU Operan, PSHK: RKUHP Tidak Otomatis Langsung Disahkan
Utama

RUU Operan, PSHK: RKUHP Tidak Otomatis Langsung Disahkan

Pembentuk UU diminta partisipatif dan transparan saat membahas RKUHP. Pemerintah dan DPR tidak tergesa-gesa memasukan RKUHP dalam Prolegnas 2021, perlu persiapan lebih matang dengan menyerap semaksimal mungkin masukan dari berbagai pihak (masyarakat) sebagai persiapan untuk masuk dalam Prolegnas 2022.

Agus Sahbani
Bacaan 6 Menit

Merujuk Pasal 110 ayat (7) Peraturan DPR 2/2020 yang menyebutkan Badan Musyawarah bisa menugaskan Komisi, gabungan komisi, atau Badan Legislasi; atau alat kelengkapan DPR yang ditugaskan dapat membahas ulang DIM yang sudah disetujui oleh anggota DPR periode sebelumnya. Artinya, pandangan yang menyebutkan RUU operan harus melanjutkan pembahasan yang sudah berjalan sebelumnya adalah tidak mutlak.

“Malah sesungguhnya terdapat ruang yang besar untuk pembahasan ulang DIM yang sudah disetujui DPR periode sebelumnya,” ujarnya.

Hal terpenting, kata dia, meninjau Komitmen Politik Bersama yang sudah digariskan Presiden Joko Widodo dan DPR ketika menunda pengesahan RKUHP pada September 2019 yang perlu diperiksa ulang. Saat itu, Presiden, sebagai pemegang kekuasaan pembentukan UU bersama DPR, menyebutkan penundaan dilakukan untuk melakukan pendalaman dan mencermati masukan berbagai kalangan terhadap draf RKUHP terakhir.

Tapi, hingga kini, terdapat begitu banyak dinamika berkenaan dengan materi muatan RKUHP yang masih dianggap kontroversial, dari mulai pasal penghinaan presiden hingga minimnya partisipasi kelompok marginal dalam penyusunan RKUHP. Karena itu, Draf RKUHP yang sudah akan disahkan pada 2019 lalu itu seharusnya bukanlah draf terakhir yang membutuhkan perubahan berdasarkan masukan berbagai elemen masyarakat.

Partisipasi bukan sosialisasi

Pria yang akrab disapa Gama ini hal yang lebih esensial adalah memastikan jaminan terbukanya proses pembahasan dan dibukanya ruang partisipasi publik yang luas untuk RKUHP bila menjadi Prolegnas Prioritas 2021. Penolakan pengesahan RKUHP pada September 2019 membuktikan bahwa publik mengawal dengan ketat dan ingin terlibat dalam pembahasan RKUHP, sehingga Pemerintah dan DPR harus membuka ruang partisipasi seluas-luasnya.

PSHK melihat proses yang berjalan dalam beberapa minggu terakhir membuktikan publik dari berbagai kalangan memiliki masukan yang harus didengar dan diakomodir oleh tim perumus RKUHP, khususnya dari Pemerintah sebagai inisiator dan pengusul. Pemerintah harus memperhatikan ruang partisipasi bagi kelompok rentan dalam pembahasan RKUHP, khususnya bagi penyandang disabilitas yang memerlukan aksesibilitas dalam berpartisipasi secara penuh dan maksimal.

“Penyediaan Juru Bahasa isyarat di setiap forum publik dan penyediaan dokumen draf RKUHP atau dokumen terkait lainnya yang aksesibel bagi disabilitas netra merupakan beberapa langkah untuk menuju partisipasi yang lebih inklusif,” kata Gama memberi contoh.  

Tags:

Berita Terkait