Perlindungan Advokat Terhadap Delik Contempt Of Court
Kolom

Perlindungan Advokat Terhadap Delik Contempt Of Court

Bagaimana dengan pengaturan dari kekerasan atau intimidasi baik verbal maupun fisik yang ditujukan terhadap advokat yang dilakukan oleh sesama penegak hukum?

Bacaan 2 Menit

 

Banyak perbandingan hukum dalam Naskah Akademis KUHP BPHN tahun 2009 terhadap delik CoC ini akan tetapi studi tersebut menurut penulis bukanlah argumentasi yang tepat kecuali sekadar data pembenaran dalam urgensi CoC yang dilakukan advokat dalam fungsi kekuasaan kehakiman ke dalam ranah umum.

 

Apalagi menurut pendapat tim Naskah Akademis KUHP-BPHN penindakan terhadap perbuatan, perilaku dan/atau ucapan yang merendahkan dan merongrong kewibawaan, martabat dan kehormatan badan peradilan itu, tidak mesti merupakan tuntutan pidana, dapat saja berbentuk tindakan administratif, seperti halnya dalam penindakan terhadap ABN (Buyung) atau didahului mekanisme etik lainnya yang lebih tepat.

 

Prof. Roeslan Saleh (Prof. Mr. Roeslan Saleh, Segi Lain Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1984), bersikap reseptif untuk menutup suatu perkara pidana yang secara khusus dengan alasan ataupun karena pertimbangan-pertimbangan bahwa ketidaktenangan dapat terjadi akibat proses penanganan delik itu, namun tidak berarti bahwa perkara itu dihentikan, melainkan dijaga dari persepsi yang keliru, karena dunia di luar hukum memiliki diksi dan narasi yang berbeda dengan bahasa hukum, terutama politik.

 

Sekali lagi dikatakan oleh Prof. Roeslan Saleh bahwa “dengan penerimaan yurisprudensi sebagai sumber hukum berarti keluar dari legisme yang ketat”. Kita bisa keluar dari kotak dan membentuk sebuah paradigma hukum sendiri secara mandiri tanpa mengabaikan aturan internasional dengan karakter yang jelas berbeda.

 

Dalam literasi yang relevan penulis mengutip Satjipto Rahardjo yang berharap bahwa MA berani membuat putusan-putusan yang berbobot politik, yaitu politik kenegarawanan. Yang perlu digarisbawahi dari harapan ini adalah politik kenegarawanan (judicial statementship) dari Mahkamah Agung. (Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, Sisi-Sisi Lain Dari Hukum di Indonesia, Penerbit Buku Kompas, 2003)

 

Bahkan Pemerintah secara baik dan fasih membuka paradigma mengenai Asas Baru dalam RUU KUHP yang sesuai dengan nilai paradigma moral religius, nilai/paradigma kemanusiaan (humanis), nilai/paradigma kebangsaan, nilai/paradigma demokrasi (kerakyatan/hikmah kebijaksanaan), dan nilai/paradigma keadilan sosial. (Naskah Akademis KUHP, BPHN, 2009)

 

Bagaimana dengan pengaturan dari kekerasan atau intimidasi baik verbal maupun fisik yang ditujukan terhadap advokat yang dilakukan oleh sesama penegak hukum?

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait