Perlindungan Advokat Terhadap Delik Contempt Of Court
Kolom

Perlindungan Advokat Terhadap Delik Contempt Of Court

Bagaimana dengan pengaturan dari kekerasan atau intimidasi baik verbal maupun fisik yang ditujukan terhadap advokat yang dilakukan oleh sesama penegak hukum?

Bacaan 2 Menit

 

Meskipun organisasi advokat adalah lembaga non-pemerintah kuasi-otonom, namun pendapat Satjipto Rahardjo yang mengatakan bahwa, “seorang pembela sedikit banyak harus melakukan ‘kerja sama’ dengan pak Hakim dan pak Jaksa” juga relevan dan tepat. Maksudnya, seorang advokat harus menjalin kerja sama demi kelangsungan hubungan yang teratur antara advokat dengan pejabat pemerintah demi tegaknya kebenaran dan keadilan dan advokat harus menyadari bahwa kedudukannya berbeda dengan pegawai pemerintah. (Abdul Hakim Garuda Nusantara, Politik Hukum Indonesia, YLBHI, Jakarta, 1998)

 

Sehubungan dengan kedudukan dan wewenang ini, Max Weber menyebutnya sebagai “wewenang kharismatis, tradisionil, dan rasionil”. (Soerjono Soekanto, Sosilogi suatu Pengantar, Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, 1977)

 

Jimmiy Maruli menyampaikan, “Mahkamah Agung meyakini Kekuasaan kekuasaan kehakiman yang bebas dari segala campur tangan dan pengaruh dari luar, juga membutuhkan profesi advokat yang bebas, mandiri dan bertanggungjawab untuk terselenggaranya suatu peradilan yang jujur, adil dan memiliki kepastian hukum bagi semua pencari keadilan dalam menegakkan hukum”. (Jimmy Maruli, Keterangan pihak terkait Mahkamah Agung, dalam Risalah Sidang Perkara Nomor 35/PUU-XVI/2018, Rabu, 31 Oktober 2018)

 

Advokat Vis A Vis Dengan CoC

Tidak bisa disanggah, seorang advokat sebagai manusia juga bisa melakukan tindak pidana. Pelakunya akan dikenai tindakan dengan dasar telah melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan (vide Pasal 6 huruf e UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat) yang bisa jadi dikenakan pemberatan karena juga berkaitan dengan pelanggaran kode etik profesi, terhadap sesama penegak hukum dan terutama terhadap pejabat negara.

 

Apalagi menurut Eddy Djunaedi (DR. Eddy Djunaedi, SH, MC, 2000, CoC, Suatu Kajian Perbandingan, Varia Peradilan XV, No. 176, Mei 2000), salah satu bentuk civil contempt adalah pelanggaran kewajiban yang dibebankan kepada advokat (breach of various obligations of solicitors). Advokat adalah pejabat pengadilan, maka pengadilan mempunyai kewenangan untuk menjatuhkan sanksi dan disiplin kepada mereka yang tidak menegakkan kode etik.

 

Advokat adalah pembela baik dalam tahap pra-adjukasi, tahap adjudikasi dan purna ajudikasi, dan berfungsi sebagai pembela (atas hak hukum) mereka adalah bagian dari "kekuasaan Kehakiman" yang disebut "counsel of the court" atau "officer of the court". Hal ini juga disebut dalam Pasal 38 Ayat (2) huruf d dari fungsi Advokat yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman yaitu “pemberian jasa hukum”.

 

Berdasarkan Pasal 24, Pasal 24A Undang Undang Dasar 1945, Pasal 38 Ayat (1) dan (2) UU Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 4 Ayat (1) dan (3) dan Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat, maka advokat merupakan badan lain dari fungsi kekuasaan Kehakiman yang diatur oleh UU dan setara atau sederajat dengan aparat penegak hukum lainnya (Polisi, Jaksa, Hakim).

Tags:

Berita Terkait