Perihal Keputusan Fiktif (Yang Belum) Positif
Kolom

Perihal Keputusan Fiktif (Yang Belum) Positif

Pemerintah harus segera menerbitkan Perpres Fiktif Positif.

Bacaan 8 Menit

Kedua, pada asasnya, jika terdapat suatu kewenangan berdasarkan UU lama yang diubah/dialihkan/dihapus oleh suatu UU baru, maka harus dilakukan penyesuaian pengaturan melalui ketentuan peralihan agar tidak terjadi kekosongan hukum dan terjaminnya perlindungan hukum bagi rakyat sebagaimana dimaksud Pasal 28D UUD 1945.

Ketiga, Pasal 10 UU 48/2009 menyatakan “pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”. Keempat, paradigma positivisme hukum yang hanya hanya mendasarkan pada teks aturan tertulis semata tidak akan mampu menjawab permasalahan di masyarakat, malah dalam konteks Fiktif Positif akan menghadirkan ketidakadilan dan ketidakpastian hukum.

Kelima, hukum acara pemeriksaan Permohonan Fiktif Positif di PTUN telah diubah beberapa kali sehingga lebih responsif dan terbukti mampu mengadili Permohonan Fiktif Positif. Keenam, berdasarkan Direktori Putusan MA, dapat ditemukan beberapa putusan yang mengabulkan Permohonan Fiktif Positif pasca UUCK, yang menunjukkan PTUN berparadigma normatif di mana Putusannya tidak hanya mendasarkan pada teks aturan tertulis namun juga mendasarkan pada asas hukum.

Ketujuh, sebagai implementasi dari asas hukum dalam ketentuan peralihan, pemeriksaan Permohonan Fiktif Positif oleh Peradilan TUN tersebut hanya dapat dilaksanakan hingga terbitnya Perpres Fiktif Positif. Kedelapan, pemeriksaan Permohonan Fiktif Positif oleh PTUN tersebut akan menjadikan sistem hukum administrasi pemerintahan tetap utuh dan koheren, sehingga tidak terjadi kekosongan dan ketidakpastian hukum.

Penutup

Pokok permasalahan atas kekosongan dan ketidakpastian hukum dalam konteks Permohonan Fiktif Positif pasca UUCK adalah tidak diaturnya peralihan kewenangan penyelesaian Permohonan oleh warga masyarakat, dari semula ke PTUN kemudian dihilangkan begitu saja dan selanjutnya akan diatur dalam Perpres yang hingga saat ini belum diterbitkan. Untuk itu, Pemerintah agar segera menerbitkan Perpres Fiktif Positif.

Selama Perpres tersebut belum diterbitkan, sebagai wujud perlindungan hukum bagi masyarakat dan demi terwujudnya Sistem Negara Hukum Indonesia yang utuh dan koheren, PTUN berdasarkan asas peralihan dapat memeriksa perkara Permohonan Fiktif Positif hingga diterbitkannya Perpres yang mengatur Permohonan Fiktif Positif.

*)Sudarsono, Anggota PP Ikahi, mahasiswa S3 Unair dan matrik STFD, penulis buku Legal Issues Pada Peradilan TUN Pasca Reformasi: Hukum Acara & Peradilan Elektronik. Rabbenstain Izroiel, Praktisi Bahasa, sedang menyelesaikan kuliah Hukum dan Teknik Kimia di Surabaya, penulis buku Petunjuk Praktis Beracara Di Peradilan TUN: Konvensional dan Elektronik.

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait