Pengujian UU Cipta Kerja Potensi Sulit Dikabulkan, Ini Tiga Indikator Menurut Pakar
Utama

Pengujian UU Cipta Kerja Potensi Sulit Dikabulkan, Ini Tiga Indikator Menurut Pakar

Mulai ‘hadiah’ revisi UU MK, minta dukungan omnibus law, hingga komposisi 6 hakim konstitusi berasal dari DPR dan pemerintah. Tapi, jalan satu-satunya yang terbaik untuk menyelesaikan polemik UU Cipta Kerja hanya di MK.

Agus Sahbani
Bacaan 6 Menit

Menurut Feri, anjuran Presiden agar pihak yang menolak mengajukan uji materi MK hanyalah akan jadi alat legitimasi dari kealpaan menjadi terlihat benar ketika pengujian UU Cipta Kerja diputus MK. “Karena Jokowi sedemikian masif sudah menguasai DPR, KPK, dan MK untuk memastikan UU Omnibus Law dapat berjalan (berlaku, red),” tudingnya.  

Ketiga, indikator lainnya ada 3 hakim konstitusi dipilih presiden, 3 hakim konstitusi dipilih DPR, dan 3 hakim konstitusi dipilih MA. "Jadi, menurut saya, peluang permohonan uji materi UU Cipta Kerja dikabulkan sangat tipis. Meskipun diduga proses pembuatan RUU Cipta Kerja ini dinilai cacat formil,” kata Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas ini. 

Karena itu, dia mendukung desakan sejumlah pihak agar Jokowi mengeluarkan Perppu sebagai bentuk tanggung jawabnya. Upaya lain, bisa mempermasalahkan dugaan tindakan penyembunyian draf UU Cipta Kerja itu sebagai bentuk pelanggaran asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) dalam Pasal 10 UU No 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang memungkinkan dilakukan gugatan ke PTUN.

“Jika PTUN kemudian menyatakan ada cacat administrasi dalam pembentukan UU ini, semestinya produk UU-nya cacat hukum (formil). Cara lain, demonstrasi karena itu juga cara konstitusional yang dilindungi UUD 1945 dan UU Penyampaian Pendapat di Muka Umum,” katanya.

Percayakan ke MK

Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia Prof Jimly Assiddiqie melihat naskah RUU Cipta Kerja yang disahkan di DPR, bukan soal jumlah halaman, tapi yang terpenting teks naskah resmi yang standar dan sudah disahkan harus ada dan ril. Pengesahan di DPR bersifat materil, sedangkan pengesahan oleh Presiden bersifat administratif atau formil.

“Coba cek, apa benar ketika disahkan di DPR, naskah finalnya belum ada. Kalau para anggota DPR bisa buktikan bahwa mereka belum dibagi naskah (RUU Cipta Kerja, red) final, sangat mungkin dinilai bahwa penetapan UU tersebut tidak sah dan bisa dibatalkan MK,” kata Jimly saat dihubungi.        

Dia menerangkan sepanjang menyangkut materinya, naskah UU Cipta Kerja itu sudah final setelah pengesahan di sidang paripurna DPR. Setelah itu, tidak boleh lagi ada perubahan substansi karena dalam waktu paling lambat 30 hari, meskipun Presiden tidak mengesahkan sebagamana ditentukan Pasal 20 ayat (5) UUD Tahun 1945, RUU yang sudah mendapat persetujuan bersama itu sah menjadi UU.

Tags:

Berita Terkait