Pengujian UU Cipta Kerja Potensi Sulit Dikabulkan, Ini Tiga Indikator Menurut Pakar
Utama

Pengujian UU Cipta Kerja Potensi Sulit Dikabulkan, Ini Tiga Indikator Menurut Pakar

Mulai ‘hadiah’ revisi UU MK, minta dukungan omnibus law, hingga komposisi 6 hakim konstitusi berasal dari DPR dan pemerintah. Tapi, jalan satu-satunya yang terbaik untuk menyelesaikan polemik UU Cipta Kerja hanya di MK.

Agus Sahbani
Bacaan 6 Menit

Menanggapi persoalan ini, pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari meragukan independensi MK dalam memutus permohonan uji materi UU Cipta Kerja ini. Ada tiga indikator, dirinya meragukan independensi MK. Pertama, MK telah diberi “hadiah” oleh pemerintah dan DPR saat mengesahkan revisi UU MK menjadi UU pada 1 September 2020 lalu.

Salah satunya, memperpanjang masa jabatan semua hakim MK yang saat ini menjabat hingga usia 70 tahun. Hal ini termuat dalam Aturan Peralihan dalam Pasal 87 RUU MK yang menetapkan ketentuan revisi UU MK ini juga berlaku bagi hakim konstitusi yang sekarang menjabat. Artinya, hakim-hakim konstitusi, jabatan ketua dan wakil ketua MK mendapat keuntungan dari perpanjangan masa jabatannya sampai masa pensiun hingga 70 tahun. (Baca Juga: Pengujian UU MK Terbaru Bakal Jadi ‘Ujian’ bagi Hakim Konstitusi)

Pasal 87 UU MK menyebutkan pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:

  1. Hakim konstitusi yang saat ini menjabat sebagai Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi tetap menjabat sebagai Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi sampai dengan masa jabatannya berakhir berdasarkan ketentuan undang-undang ini;
  2. Hakim konstitusi yang sedang menjabat pada saat Undang-Undang ini diundangkan dianggap memenuhi syarat menurut Undang-Undang ini dan mengakhiri masa tugasnya sampai usia 70 (tujuh puluh) tahun selama keseluruhan masa tugasnya tidak melebihi 15 (Iima belas) tahun.

“MK menerima 'hadiah' dari pihak yang berperkara (pembuat UU, red) berupa perpanjangan usia hakim konstitusi. Jadi, ini sarat konflik kepentingan,” kata Feri.  

Kedua, dalam sebuah kesempatan, Presiden Jokowi secara tidak langsung pernah menyatakan meminta dukungan MK dalam pembentukan UU Omnibus Law saat menyampaikan pidatonya di Gedung MK pada Januari 2020 lalu. (Baca Juga: Presiden Minta Dukungan Terkait Omnibus Law)

"Pada kesempatan ini saya mengharapkan dukungan berbagai pihak untuk bersama-sama dengan pemerintah berada dalam satu visi besar untuk menciptakan hukum yang fleksibel, sederhana, kompetitif dan responsif demi terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana amanat konstitusi kita," kata Presiden Joko Widodo di gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Selasa (28/1/2020) lalu.

Pernyataan itu disampaikan dalam acara "Penyampaian Laporan Tahunan Mahkamah Konstitusi Tahun 2019" yang dihadiri Ketua MK Anwar Usman beserta para hakim konstitusi; Ketua DPR Puan Maharani, dan Ketua Mahkamah Agung M. Hatta Ali serta para pejabat terkait lainnya.

Tags:

Berita Terkait