Menggugat Ketua Pengadilan Tinggi atas Penolakan Penyumpahan Advokat
Kolom

Menggugat Ketua Pengadilan Tinggi atas Penolakan Penyumpahan Advokat

Seharusnya Ketua Pengadilan Tinggi menyumpah semua advokat. Apapun organisasinya.

Bacaan 2 Menit

 

C.     Ketua Pengadilan Tinggi dapat dihukum membayar ganti rugi dan uang paksa (dwangsom)

Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 53 Ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1986: “seseorang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan yang berwenang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitasi”.

 

Seandainya jumlah Advokat Anggota KAI yang ditolak oleh Ketua Pengadilan Tinggi untuk diambil sumpahnya sebanyak 100 (seratus) orang, maka apabila seorang Advokat saja menuntut ganti rugi (yang terdiri dari biaya pendidikan khusus profesi advokat, biaya ujian calon advokat, biaya pelantikan sebagai advokat dan lain-lain) yang seluruhnya sebesar Rp10.000.000,oo (sepuluh juta rupiah) maka bila tuntutan ini dikabulkan oleh Pengadilan, ganti rugi yang harus dibayar seluruhnya oleh Ketua Pengadilan Tinggi adalah sebesar Rp100.000.000,oo (seratus juta rupiah), belum termasuk uang paksa yang diajukan apabila Ketua Pengadilan Tinggi tidak melaksanakan isi putusan.

 

Tidak dapat dibayangkan apabila Advokat Anggota KAI yang ditolak diambil sumpahnya oleh Ketua Pengadilan Tinggi berjumlah 1.000 (seribu) orang, dan seluruh Advokat tersebut secara serentak mengajukan gugatan mengenai sengketa tata usaha negara terhadap masing-masing Ketua Pengadilan Tinggi yang tersebar di seluruh Indonesia serta melalui masing-masing Pengadilan Tata Usaha Negara yang tersebar di seluruh Indonesia, berapa besarnya ganti rugi serta uang paksa yang harus dibayar oleh Ketua Pengadilan Tinggi kepada Advokat yang mengajukan gugatan.

 

Seharusnya, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 101/PUU-VII/2009, Ketua Pengadilan Tinggi atas perintah Undang-Undang wajib segera mengambil sumpah bagi para Advokat sebelum menjalankan profesinya tanpa mengaitkan dengan keanggotaan Organisasi Advokat yang pada saat ini secara de facto ada, baik itu dari Peradi maupun KAI.

 

-----

*) Penulis adalah alumnus Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, dan sedang menempuh program S2 pada Universitas Merdeka Malang. Saat ini menjabat Ketua DPC KAI Kota Malang. Tulisan ini adalah pendapat pribadi.

Tags: