Menggugat Ketua Pengadilan Tinggi atas Penolakan Penyumpahan Advokat
Kolom

Menggugat Ketua Pengadilan Tinggi atas Penolakan Penyumpahan Advokat

Seharusnya Ketua Pengadilan Tinggi menyumpah semua advokat. Apapun organisasinya.

Bacaan 2 Menit

 

Lebih lanjut mengenai persoalan pengambilan sumpah Advokat yang telah ditentukan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 101/PUU-VII/2009, tertanggal 29 Desember 2009, dimana: “Pengadilan Tinggi atas perintah Undang-Undang wajib mengambil sumpah bagi para Advokat sebelum menjalankan profesinya tanpa mengaitkan dengan keanggotaan Organisasi Advokat yang pada saat ini secara de facto ada, dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak Amar Putusan ini diucapkan”, maka kewajiban Pengadilan Tinggi yang dipimpin oleh Ketua Pengadilan Tinggi untuk mengambil sumpah Advokat tersebut tidak termasuk dalam tupoksinya sebagai penyelenggara peradilan, melainkan termasuk urusan yang bersifat eksekutif atau urusan pemerintahan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 butir 1, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, karena Ketua Pengadilan Tinggi dalam hal ini telah menjalankan perannya sebagai penyelenggara kebijakan publik.

 

Karenanya, terkait persoalan pengambilan sumpah Advokat, secara hukum Ketua Pengadilan Tinggi adalah merupakan Pejabat Tata Usaha Negara sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 butir 2, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986.

 

B.     Penolakan Ketua Pengadilan Tinggi untuk mengambil sumpah Advokat merupakan Keputusan Tata Usaha Negara

Pasal 1 butir 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, menyatakan: “Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata”.

 

Dari rumusan tersebut diatas, dapat ditarik unsur-unsur yuridis keputusan menurut hukum positif, sebagai berikut : suatu penetapan tertulis, dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat tata Usaha Negara, berisi tindakan hukum tata usaha negara, bersifat konkret, individual dan final dan menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

 

Lebih lanjut Pasal 3 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, menentukan: “…..setelah lewat jangka waktu 4 (empat) bulan sejak diterimanya permohonan, Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan yang dimohon, maka yang bersangkutan dianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan”.

 

Mengangkat persoalan DPD KAI Jawa Timur, sebagaimana surat No. 002/SP/DPD-KAI/JATIM/VIII/2010, tertanggal 5 Agustus 2010, yang telah mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Timur untuk melakukan pengambilan sumpah terhadap Advokat Anggota KAI, maka setelah lewat jangka waktu 4 (empat) bulan sejak tanggal 5 Agustus 2010 (saat diterimanya permohonan), ternyata Ketua Pengadilan Tinggi tidak mengeluarkan keputusan yang dimohon, maka secara hukum sejak tanggal 6 Desember 2010 Ketua Pengadilan Tinggi Surabaya telah mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara yang intinya menolak permohonan penyumpahan Advokat Anggota KAI.

Halaman Selanjutnya:
Tags: