Mahasiswa Fakultas Hukum di antara Masalah Politik dan Terorisme
Mahasiswa Bergerak

Mahasiswa Fakultas Hukum di antara Masalah Politik dan Terorisme

​​​​​​​Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi pernah menguji perundang-undangan terkait politik, pemilu, dan pemberantasan terorisme. Bagaimana hasilnya?

Normand Edwin Elnizar/M-30
Bacaan 2 Menit

 

Dalam perkembangannya, pokok permohonan dianggap tidak beralasan menurut hukum. Majelis hakim MK dalam amar Putusan No. 55/PUU-XVI/2018 menyatakan menolak permohonan.

 

  1. Pengujian UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum

Pada 2019, Ahmad Syauqi, Ammar Saifullah, Taufiqurrahman Arief, Khairul Hadi, Yun Frida Isnaini, dan Zhillan Zhalilan, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam As-Sayfiiyah, mengajukan permohonan pengujian UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Mereka dibantu Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Universitas Islam As-Syafiiyah sebagai kuasa hukum.

 

Pasal 299 ayat (1) dan Pasal 448 ayat (2) UU Pemilu dinilai para pemohon bertentangan dengan UUD 1945. Dalam perkembangan proses permohonan ternyata pokok permohonan tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya. Majelis hakim MK dalam amar Putusan No. 10/PUU-XVII/2019 menyatakan menolak permohonan untuk seluruhnya.

 

Masih di tahun yang sama, mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) Joni Iskandar dan Roni Alfiansyah Ritonga, mengajukan uji materi terhadap UU Pemilu. Joni Iskandar berasal dari Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Ia tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) tempat asalnya. Akibatnya Joni tidak bisa mengurus pindah memilih ke Kabupaten Bogor sehingga terancam kehilangan hak pilih pada pemilu 2019.

 

Sementara itu, Roni Alfiansyah Ritonga berasal dari Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara. Roni tercatat dalam DPT di daerah asalnya. Ia juga telah mengurus keterangan pindah memilih ke KPU Kabupaten Bogor. Namun, Roni mengaku khawatir dengan potensi kekurangan surat suara. Roni juga tidak puas karena hanya mendapatkan satu hak suara untuk pemilihan presiden dan wakil presiden.

 

Mereka menyatakan Pasal 210 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 344 ayat (2), Pasal 348 ayat (4) UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945. Majleis hakim dalam amar Putusan No. 19/PUU-XVII/2019 menyatakan permohonan untuk Pasal 210 ayat (1) tidak dapat diterima karena kabur, sedangkan untuk permohonan lainnya ditolak karena tidak beralasan menurut hukum.

Tags:

Berita Terkait