Mahasiswa Fakultas Hukum di antara Masalah Politik dan Terorisme
Mahasiswa Bergerak

Mahasiswa Fakultas Hukum di antara Masalah Politik dan Terorisme

​​​​​​​Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi pernah menguji perundang-undangan terkait politik, pemilu, dan pemberantasan terorisme. Bagaimana hasilnya?

Normand Edwin Elnizar/M-30
Bacaan 2 Menit

 

Yudhistira Rifky Darmawan, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sahid kembali menguji materi UU MD3 pada tahun 2018. Ia maju bersama Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) dan Husdi Herman. Pasal yang menjadi pokok perkara adalah Pasal 73, Pasal 122, dan Pasal 245. Dalam amar putusan No. 16/PUU-XVI/2018 Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan tersebut untuk sebagian.

 

Selanjutnya Zico Leonard Djagardo Simanjuntak dan Josua Satria Collins, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia kembali menguji materi UU MD3. Kali ini Pasal 122 huruf I diajukan sebagai perkara. Pokok permohonan Perkara ini dalam perkembangannya kehilangan objek. Majelis hakim dalam amar Putusan No. 18/PUU-XVI/2018 menyatakan permohonan tidak dapat diterima.

 

Baca juga:

  1. Pengujian UU No.5 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas UU No. 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Perppu No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang

Pada 2018, Faisal Al Haq Harahap dan Muhammad Raditio Jati Utomo, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia menguji materi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Mereka meminta Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 1 angka 2 UU No. 15 Tahun 2003 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme bertentangan dengan UUD 1945.

 

Amar Putusan MK No. 73/PUU-XVI/2018 menyatakan permohonan itu tidak dapat diterima karena para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan dan permohonan kabur. Alhasil, pokok permohonan menjadi tidak dipertimbangkan.

 

Pada tahun yang sama, Zico Leonard Djagardo Simanjuntak dan William Aditya Sarana, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia lainnya kembali menguji UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yang telah berubah lagi menjadi UU No. 5 Tahun 2018. Mahkamah Konstitusi mengakui legal standing mahasiswa FHUI mengajukan permohonan karena ada hubungan dengan pernyataan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bahwa UI termasuk yang disusupi paham radikal. Para pemohon mempersoalkan tidak jelasnya makna radikal, deradikalisasi dan kontra-radikal, sehingga hak konstitusional pemohon terganggu.

Tags:

Berita Terkait