Mahasiswa Fakultas Hukum di antara Masalah Politik dan Terorisme
Mahasiswa Bergerak

Mahasiswa Fakultas Hukum di antara Masalah Politik dan Terorisme

​​​​​​​Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi pernah menguji perundang-undangan terkait politik, pemilu, dan pemberantasan terorisme. Bagaimana hasilnya?

Normand Edwin Elnizar/M-30
Bacaan 2 Menit

 

Hanya saja MK tetap mengakui seluruh putusannya atas  perselisihan hasil pemilihan kepala daerah sejak tahun 2008 tetap sah. Selain itu, putusan juga menyatakan bahwa kewenangan mengadili perselisihan hasil pemilihan kepala daerah masih berada di MK selama belum ada undang-undang yang mengaturnya kembali.

 

Baca:

  1. Pengujian UU No.8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang UU No.1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu No.1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang

Pada 2015, Dani Safari Effendi, Ecep Sukmanagara, Muhammad Rifki Arif, Ristian, Cecep Zamzam, dan Dudi Jamaludin, adalah mahasiswa Sekolah Tinggi Hukum Galunggung. Mereka menguji materi UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Selain para mahasiswa tersebut, gugatan juga diajukan oleh Didin Sujani sebagai Pemohon VII.

 

Para Pemohon menyatakan Pasal 70 ayat (2), Pasal 201 ayat (1), Pasal 201 ayat (2), Pasal 201 ayat (3) UU No. 8 Tahun 2015 bertentangan dengan Pasal 1 sampai Pasal 28J UUD 1945. Mereka juga meminta Mahkamah Konstitusi menetapkan pengunduran Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Tasikmalaya hingga 2017. Hasil dari upaya ini adalah majelis hakim menyatakan permohonan tidak dapat diterima. Melalui putusan No. 131/PUU-XIII/2015, majelis hakim MK menilai permohonan tidak jelas atau kabur.

 

  1. Pengujian UU No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD

Pada 2017 lalu, Yudhistira Rifky Darmawan, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sahid bersama dengan Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) serta Tri Susilo menguji materi terkait kewenangan hak angket DPR pada Pasal 79 ayat (3) UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Para pemohon memberi kuasa kepada advokat dari Law Firm 218 & Partners. Amar putusan majelis hakim dalam Putusan No. 36/PUU-XV/2017 menolak permohonan karena pokok permohonan tidak beralasan menurut hukum.

 

Masih untuk UU MD3, uji materi juga pernah diajukan Pengurus Dewan Pimpinan Cabang Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia Cabang Jakarta Timur. Pasal yang dianggap bertentangan dengan konstitusi adalah Pasal 73 ayat (3), Pasal 73 ayat (4) huruf a dan c, Pasal 73 ayat (5), Pasal 122 huruf l, dan Pasal 245 ayat (1). Dalam putusan No.  26/PUU-XVI/2018 Mahkamah Konstitusi menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima.

Tags:

Berita Terkait