​​​​​​​Casu Quo atau Zaak? Rujukan Kamus Hukum dalam Pertimbangan Hakim
Potret Kamus Hukum Indonesia

​​​​​​​Casu Quo atau Zaak? Rujukan Kamus Hukum dalam Pertimbangan Hakim

Hakim dan para pihak berperkara acapkali mengutip suatu istilah dari Kamus Hukum untuk memperkuat argumentasi. Inilah beberapa contohnya.

Muhammad Yasin/Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

 

Pasal 363 KUHP dikualifikasi sebagai kejahatan pencurian dengan pemberatan atau pencurian dengan kualifikasi. Jika pencurian dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih maka para pelaku bisa terkena Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP. Pasal ini pula yang dipakai majelis hakim Pengadilan Negeri Kasongan dalam putusan No. 121/Pid.B/2015/PN.Ksn. Dalam mempertimbangan unsur-unsur pasal itu majelis mendefinisikan apa yang dimaksud dengan barang (zaak), apakah meliputi pula motor yang dicuri para pelaku. Majelis lantas mengutip pengertian zaak dari ‘Kamus Hukum Lengkap’ karya Yan Pramadya Puspa, terbitan Aneka Ilmu Semarang (1977).

 

Inilah salah satu contoh dari banyak putusan pengadilan yang memuat kutipan dari kamus hukum. Pengertian zaak dengan mengutip kamus hukum karya Yan Pramadya Puspa juga bisa ditemukan dalam putusan lain. Menariknya, meskipun berbeda lokasi pengadilan dan berbeda kasus, majelis mengutip kamus yang sama. Sebenarnya, kata zaak juga ditemukan pada kamus hukum lain.

 

Dalam sidang pengadilan sebenarnya berlaku asas ius curia novit, hakim dianggap tahu hukum. Tetapi tentang bahasa dan arti kata, hakim perlu memastikan dasar pertimbangannya tidak salah. Atau, dalam menafsirkan teks-teks hukum dalam suatu perkara, hakim harus menggunakan interpretasi atau konstruksi yang benar.

 

Ketua Komisi Yudisial Jaja Ahmad Djajus mengaku acapkali mengingatkan hakim untuk menggunakan penafsiran yang baik. “Saya sering berpesan agar hakim menggunakan penafsiran yang baik dan benar,” ujarnya.

 

Jaja mengatakan hakim-hakim Pengadilan Agama sudah sering melakukan penafsiran secara contra legem. Secara leksikal, contra legem artinya bertentangan dengan undang-undang. Dalam konteks ini adalah putusan pengadilan yang berseberangan atau menyimpangi rumusan undang-undang. Hakim dapat mengesampingkan peraturan yang ada demi memberikan keadilan kepada para pihak yang berperkara. Salah satu putusan di lingkungan peradilan agama yang dianggap sebagai contra legem adalah memberikan bagian dari harta waris kepada ahli waris non muslim berdasarkan lembaga wasiat wajibah (misalnya putusan MA No. 16K/Ag/2010).

Tags:

Berita Terkait