Forum Konsultasi Advokat, dari Diskusi hingga Rekomendasi tentang Keadilan Restoratif
Terbaru

Forum Konsultasi Advokat, dari Diskusi hingga Rekomendasi tentang Keadilan Restoratif

Forum konsultasi bertujuan untuk memfasilitasi pertemuan para advokat pidana dalam rangka mendiskusikan penerapan keadilan restoratif pada penanganan tindak pidana di Indonesia.

Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 7 Menit

 

Restorative justice masih perlu penyempurnaan. Pengaturan restorative justice dalam peraturan perundang-undangan yang masih bersifat parsial, dikhawatirkan akan menimbulkan perbedaan persepsi, mengenai penerapannya. Belum adanya definisi dan penjelasan yang komprehensif mengenai keadilan restoratif berpotensi menghambat pelaksanaan oleh aparat penegak hukum,” kata Cahyani.

 

Penyelenggaraan forum konsultasi, lanjut Cahyani, menjadi penting supaya seluruh stakeholder mendapatkan persepsi simetris mengenai konsep dan penerapan keadilan restoratif. Dalam keynote speech-nya ia menyampaikan, saat ini Kemenkopolhukam sedang bergiat untuk merumuskan regulasi yang nantinya dapat mengatur keadilan restoratif secara komprehensif.

 

“Kami berharap, beberapa hal yang disampaikan pada hari ini dapat memberikan sumbangsih terhadap penyusunan regulasi terkait keadilan restoratif. Kiranya forum konsultasi ini dapat meningkatkan pemahaman serta menghasilkan input substansial guna menghasilkan hukum pidana yang lebih baik bagi Indonesia,” Cahyani menambahkan.

 

Fokus pada Pemulihan Korban

Narasumber pertama, Dosen Kriminologi FISIP UI, Dr. Ni Made Martini Puteri, M.Si. menjelaskan tentang ‘Studi Sikap Publik terhadap Penerapan Keadilan Restoratif di Indonesia’. Merujuk pada studi yang dilakukan The Asia Foundation, Australia Indonesia Partnership for Justice 2, Departemen Kriminologi FISIP UI, dan Kementerian PPN/Bappenas, ditemukan bahwa secara umum, sikap masyarakat tehadap konsep ini adalah mendukung pemberian hukuman bagi pelaku tindak pidana, tidak dikotomis (bersifat hitam dan putih), dan amat dipengaruhi pada konteks situasi tertentu. Adapun pemahaman mengenai konsep keadilan restoratif dinilai masih terbatas—disebabkan oleh tiga faktor utama, seperti keterbatasan pengetahuan mengenai alternatif penghukuman, situasi khusus korban dan pelaku, serta nilai-nilai dominan dalam masyarakat.

 

Studi ini menghasilkan tiga rekomendasi yang perlu ditindaklanjuti pemerintah, meliputi penguatan kerangka normatif, mendorong pendekatan keadilan restoratif, dan mendorong kolaborasi edukasi. Di sisi lain, para advokat, dapat berperan dalam pelindungan korban (tidak menyalahkan dan menghormati hak korban); memberikan kesempatan bagi pelaku untuk bertanggung jawab atas perbuatannya; dan memperhatikan mekanisme adat yang sejalan dengan keadilan restoratif. 

 

Terakhir, diperlukan advokasi payung hukum untuk memperkuat kerangka normatif, edukasi informasi, serta promosi praktik-praktik keadilan restoratif yang sudah berjalan di masyarakat, termasuk mengenai pemberian layanan rujukan bagi korban dan pelaku.

 

Narasumber kedua, Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus A.T. Napitupulu, S.H. memaparkan tentang ‘Pentingnya Kebijakan Penerapan Keadilan Restoratif dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia’. Ia membahas tentang lahirnya keadilan restoratif, definisi, perdebatan yang muncul tentang keadilan restoratif, penerapan, kendala, dan perkembangan keadilan restoratif di Indonesia, hingga rekomendasi keadilan restoratif yang tepat.

Tags:

Berita Terkait