Edmon Makarim, Sarjana Komputer yang Kini Menjabat Dekan FHUI
Profil

Edmon Makarim, Sarjana Komputer yang Kini Menjabat Dekan FHUI

Memenuhi panggilan hati untuk kuliah di FHUI, menjadi dosen FHUI, hingga menjadi Dekan FHUI.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

 

“Di Indonesia malah dibicarakan begini, ‘kalau suatu saat ada hukum komputer, berarti akan ada hukum mesin cuci, ada hukum setrikaan’. Banyak yang melecehkan saya,” ujar Edmon berseloroh.

 

Ia melewati masa yang berat karena semua orang menganggap pilihannya sia-sia. Mahasiswa yang mengikuti dua perkuliahan saat itu biasanya untuk jurusan hukum dan ekonomi. “Teman Ibu saya bilang kalau nanti saya stress, karena belajar sesuatu yang bertolak belakang,” kata Edmon lagi.

 

Kuliah pagi hingga siang di FHUI dan dilanjutkan malam hari di Universitas Gunadarma,  Edmon tetap terlibat aktif di Senat Mahasiswa FHUI. “Saya Sekretaris Hubungan Luar waktu Bang Fikri (mantan Ketua Ikatan Alumni FHUI-red) jadi Ketua Senat,” kenangnya.

 

Skripsi bertema hukum terhadap manajemen sistem informasi mengantarkan Edmon meretas jalan sebagai ahli hukum teknologi yang masih langka di Indonesia. Tidak ada yang menduga bahwa bahasan tentang hukum dan teknologi menjadi tema vital di era digital saat ini.

 

Edmon menyelesaikan sarjana komputer bergelar ‘S.Kom’ di Universitas Gunadarma pada tahun 1993, lebih awal dari gelar ‘S.H.’ dari FHUI yang diraihnya tahun 1994. Selanjutnya gelar ‘LL.M.’ dari University of Washington School of Law, Seattle, USA didapatkannya tahun 2004 dan menjadi Doktor dari FHUI tahun 2009. Edmon tercatat sebagai pendiri, peneliti senior, dan pernah menjabat Ketua LKHT (Lembaga Kajian Hukum Teknologi) FHUI sejak tahun 1999 hingga saat ini.

 

Ketika ditanya mengapa akhirnya menjadi dosen, Edmon lagi-lagi mengaku ada panggilan hati untuk menjadi dosen. “Ada kalender yang disobek harian dengan pesan-pesan hadis di meja kamar saya, salah satunya ‘barangsiapa merintis ilmu, Tuhan akan memudahkan jalan ke Surga’,” ia mengenang. Hari-hari berikutnya ia kembali membaca pesan-pesan hadis di kalender itu yang makin mendorongnya mengabdi dalam dunia akademik.

 

Lulus sarjana komputer, Edmon melepaskan tawaran perusahaan Jepang dengan gaji 3,5 juta rupiah. Ia memilih menyelesaikan sarjana hukum untuk melamar sebagai dosen dengan gaji saat itu hanya 45 ribu rupiah. “Empat setengah tahun tanpa status di UI,” katanya lagi. Kini Edmon merasakan buah manis dari dukungan orang tua dan keyakinannya untuk mengambil jalan yang tidak biasa.

Tags:

Berita Terkait