Beberapa Catatan Mengenai Unsur “Sengaja” dalam Hukum Pidana Oleh: Nefa Claudia Meliala*)
Kolom

Beberapa Catatan Mengenai Unsur “Sengaja” dalam Hukum Pidana Oleh: Nefa Claudia Meliala*)

Secara teoritis, sengaja sebagai sadar kemungkinan adalah situasi dimana pelaku pada akhirnya dianggap “menyetujui” akibat yang mungkin terjadi.

Bacaan 2 Menit
  1. Sengaja sebagai sadar kemungkinan/sengaja sebagai sadar bersyarat (dolus eventualis/voorwadelijk opzet/opzet bij mogelijkheids bewustzijn) dimana dengan dilakukannya suatu perbuatan, pelaku menyadari kemungkinan terjadinya akibat lain yang sebenarnya tidak dikehendaki, namun kesadaran tentang kemungkinan terjadinya akibat lain itu tidak membuat pelaku membatalkan niatnya dan ternyata akibat yang tidak dituju tersebut benar-benar terjadi. Dengan kata lain, pelaku pernah berpikir tentang kemungkinan terjadinya akibat yang dilarang undang-undang, namun ia mengabaikannya dan kemungkinan itu ternyata benar-benar terjadi. Arrest Hoge Raad tanggal 19 Juni 1911 (Hoornse taart arrest) menjadi putusan yang hampir selalu dirujuk saat membahas bentuk kesengajaan dalam gradasi ketiga ini.

Sementara itu, culpa (lalai/alpa) diartikan sebagai situasi dimana seseorang seharusnya melakukan tindakan penghati-hatian namun tidak melakukannya (tidak adanya kehati-hatian) atau seharusnya melakukan penduga-dugaan namun tidak melakukannya  (kurangnya perhatian terhadap akibat yang dapat timbul). Kelalaian/kealpaan ini kemudian dibagi menjadi kelalaian/kealpaan yang disadari (bewuste schuld) dan kelalaian/kealpaan yang tidak disadari (onbewuste schuld).

Dalam kelalaian/kealpaan yang disadari (bewuste schuld), pelaku dapat membayangkan/memperkirakan kemungkinan timbulnya suatu akibat atas perbuatannya namun ia percaya dan berharap akibatnya tidak akan terjadi dan melakukan upaya pencegahan agar akibat yang tidak dikehendaki itu tidak terjadi. Sementara itu, dalam kelalaian/kealpaan yang tidak disadari (onbewuste schuld), pelaku tidak dapat membayangkan/memperkirakan kemungkinan timbulnya suatu akibat atas perbuatannya padahal seharusnya ia dapat menduganya.

Culpose delict (delik kealpaan) dirumuskan dengan menggunakan kata-kata “karena kealpaannya”. Dalam hukum pidana, kealpaan/kelalaian yang dapat dipidana hanyalah (culpa lata), yaitu culpa dengan kadar/derajat kekurang hati-hatian dan kekurang penduga-dugaan seseorang yang sangat besar (sangat lalai/alpa). Sementara kealpaan/kelalaian yang kadar/derajatkurang hati-hatian dan kurang penduga-dugaannya kecil (culpa levis) tidak dapat dipidana.

Batasan antara dolus eventualis dan bewuste schuld

Secara teoritis, sengaja sebagai sadar kemungkinan/sengaja sebagai sadar bersyarat (dolus eventualis/voorwadelijk opzet/opzet bij mogelijkheids bewustzijn) adalah situasi dimana pelaku pada akhirnya dianggap “menyetujui” akibat yang mungkin terjadi. Sementara dalam kealpaan/kelalaian yang diadari (bewuste schuld), pelaku “tidak menyetujui” akibat yang mungkin terjadi namun yang bersangkutan tetap melakukan perbuatan yang mungkin menimbulkan akibat tersebutkarena merasa yakin akibat tidak akan terjadi karena telah dilakukannya upaya pencegahan.

Merujuk pada kronologis kasus penyiraman Novel, Terdakwa RK dan RB seharusnya tetap dapat dikategorikan “sengaja” sekalipun mungkin bukan dalam gradasi pertama. Akibat yang timbul yaitu luka berat yang dialami Novel pada matanya yang disebut-sebut sebagai akibat yang tidak dikehendaki tetap patut diduga (dapat dibayangkan) dapat/mungkin terjadi sebagai akibat dari penyiraman air keras yang dilakukan. Dengan kata lain, pada saat penyiraman dilakukan, pelaku seharusnya menyadari kemungkinan terjadinya akibat lain yang sebenarnya tidak dikehendaki, namun kesadaran tentang kemungkinan terjadinya akibat lain itu tidak membuat pelaku membatalkan niatnya dan ternyata akibat yang tidak dituju tersebut benar-benar terjadi. Dengan demikian, pelaku pada akhirnya dianggap “menyetujui” akibat yang mungkin terjadi.

Dengan menggunakan tafsir otentik, ketentuan pasal 90 KUHP mendefinisikan luka berat sebagai jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut; tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian; kehilangan salah satu pancaindera; mendapat cacat berat; menderita sakit lumpuh; terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih; gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.

Tags:

Berita Terkait