Banyak Mudarat Bila Jabatan Presiden 3 Periode
Utama

Banyak Mudarat Bila Jabatan Presiden 3 Periode

Konstitusi menganut prinsip pembatasan masa jabatan presiden selama 2 periode agar sirkulasi kepemimpinan terus berjalan. Tapi, MPR menjamin amendemen kelima konstitusi terbatas pada PPHN, tak ada penumpang gelap, seperti mengubah periodeisasi jabatan presiden menjadi 3 periode.

Rofiq Hidayat
Bacaan 6 Menit

Titi melihat bila jabatan presiden 3 periode sebagai multiple barrier to entry berujung melemahkan regenerasi kepemimpinan nasional. Bahkan, menghambat kader partai warga negara, khususnya kelompok muda dan perempuan untuk terlibat dalam pencalonan presiden dan wakil presiden. Selain itu, wacana presiden 3 periode memperburuk situasi politik dinasti atau kekerabatan di tingkat nasional maupun lokal. “Karena masa jabatan yang sangat lama akan digunakan untuk mengokohkan politik di semua lini,” lanjutnya.

Mantan Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) ini mengingatkan konstitusi tak memungkinkan jabatan 3 periode bagi presiden dan wakil presiden. Titi melihat upaya amendemen kelima konstitusi secara terbatas bisa membuka kotak pandora yang memungkinkan dapat menjalankan agenda mengubah aturan masa jabatan presiden menjadi 3 periode.

“Tak ada jaminan melimitasi substansi secara absolut amendemen hanya soal PPHN semata. Pengaturan konstitusi saat ini tidak memungkinkan 3 periode karena secara filosofis dan prinsipil memang harus ditolak.”

Tak relevan dibahas

Peneliti Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Lipi) Prof Siti Zuhro berpandangan wacana yang bergulir perpanjangan masa jabatan presiden 3 periode tak relevan dibahas MPR. Hal ini bertentangan dengan semangat gerakan reformasi 1998 silam. Menurutnya, pembatasan masa jabatan 2 periode bertujuan menciptakan sirkulasi kepemimpinan yang pasti.

Sistem demokrasi yang disepakati sejak 1998 memerlukan konsistensi dan komitmen semua komponen bangsa. Karena itu, para elit terikat dengan kesepakatan yang telah dibangun pada gerakan reformasi, bukan malah membuat gaduh dan membingungkan masyarakat. Begitu pula dengan aturan hukum yang disepakati mesti ditaati para pejabat publik agar tidak diisi oleh orang dalam waktu yang lama.

“Jadi gunanya pemilu itu supaya terjadi sirkulasi dan lancarnya kepemimpinan.  Kalau di orde baru sirkulasinya ‘macet’ karena memimpin yang terlalu lama,” kata dia.

Prof Zuhro menyarankan agar para elit dan pejabat publik serius bekerja untuk rakyat. Termasuknya menghentikan berbagai wacana dengan tema-tema yang menimbulkan polemik. Seperti habis masa jabatan 2 periode malah bakal diperpanjang, penundaan pemilu 2024 menjadi 2027. “Jadi ini akal-akalan saja, cari-cari saja untuk payung hukumnya,” imbuhnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait