Susahnya Menetapkan Upah Minimum
Kolom

Susahnya Menetapkan Upah Minimum

Dewan Pengupahan seharusnya diisi oleh pihak independen. Bukan perwakilan pekerja dan pengusaha.

Bacaan 2 Menit

Ketiga, peraturan yang ada perlu diperbaiki bukan memberikan keleluasaan kepada Bupati/Wali Kota/Gubernur terlalu besar sehingga dapat dijadikan alasan “pemaksa” oleh buruh di satu pihak maupun lobby bagi pengusaha di pihak lain ataupun untuk pencitraan bagi kepala daerah di depan para buruh untuk kepentingan Pilkada.

Keempat, pengusaha harus menyusun struktur dan skala upah dengan memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan dan kompetensi dari buruh mengingat bahwa UMK hanyalah merupakan jaring pengaman dan hanya diperuntukkan bagi buruh lajang dengan masa kerja di bawah satu tahun.

Pengusaha jangan melakukan kesalahan sebagaimana pendapat Morten Lund, ”If you pay in bananas, you get monkeys”. Sebaliknya pekerja/buruh juga harus mengikuti pendapat Mario Teguh, “Memantaskan diri terhadap apa yang kita dapatkan”. Apakah upah yang diterima pekerja/buruh sudah pantas dengan produktivitas yang sudah diberikan kepada pengusaha.

Semoga pemerintah, aktivis serikat buruh dan Apindo dapat segera merumuskan mekanisme terbaik dalam menentukan besarnya UMK sehingga di tahun-tahun yang akan datang tidak perlu terjadi unjuk rasa besar-besaran yang akan merugikan masyarakat umum yang jauh lebih banyak jumlah dan kepentingannya. Semoga pada akhirnya para buruh semakin berusaha meningkatkan produktivitasnya, Pengusaha semakin memperhatikan kesejahteraan buruhnya dan Pemerintah dapat terus mendorong terciptanya lapangan kerja yang banyak serta mendorong tumbuhnya pengusaha-pengusaha baru di negara ini.

*) Hakim Ad Hoc Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya dan Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Airlangga Surabaya

Tags: