Sekuel Kontroversi Surat Pencabutan BAP Budi Santoso
Utama

Sekuel Kontroversi Surat Pencabutan BAP Budi Santoso

Kebenaran dan keabsahan Surat Pencabutan BAP Budi Santoso yang berkop Kedutaan Besar Republik Indonesia di Pakistan harus ditelusuri. Penuntut umum tolak surat tersebut dijadikan dasar pencabutan BAP.

Nov
Bacaan 2 Menit
Sekuel Kontroversi Surat Pencabutan BAP Budi Santoso
Hukumonline

 

Kejanggalan tidak berhenti sampai di situ. Surat berkop resmi KBRI di Pakistan itu hanya tertandatangi oleh Budi Santoso. Tidak ada cap dan tidak ada pengantar resmi dari otoritas KBRI di Pakistan. Biasanya, menurut Anam, surat yang mengatasnamakan instansi pemerintah selalu ditandatangani oleh pihak berwenang. Dalam hal ini, Duta Besar atau orang yang memang memiliki otoritas tertentu. Tidak bisa hanya Budi Santoso seorang.

 

Selain itu, Budi Santoso juga tidak melampirkan alasan mengenai pencabutan BAP tersebut. Ketika ditanyakan ke salah satu pengacara Muchdi, Lutfie Hakim mengatakan tidak tahu-menahu tentang keabsahan, kebenaran, dan alasan pencabutan BAP Budi Santoso. Mereka hanya menerima kiriman surat. I have no idea, ujarnya. Lutfie menganggap dengan adanya surat pencabutan, sudah selayaknya nama mantan agen madya BIN itu dianulir dari daftar saksi. BAP-nya juga tidak perlu dibacakan.

 

Teleconference

Permintaan pengacara Muchdi ini ditanggapi tegas oleh tim penuntut umum. Ketua tim penuntut umum Cirus Sinaga bersikeras surat itu tidak bisa dijadikan dasar pencabutan BAP. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana pun tidak diatur mekanisme seperti itu. Cara pencabutan BAP yang sah adalah secara lisan di persidangan. Keterangan yang sah adalah yang di persidangan, katanya.

 

Dengan pernyataan lisan di persidangan, si saksi yang mencabut BAP itu akan dapat ditanyai alasan pencabutan BAP. Dengan ini, Cirus dan penuntut umum lainnya tidak bersepakat dengan anggapan pengacara Muchdi. Mereka tetap akan berupaya untuk menghadirkan Budi Santoso. Paling tidak, jika saksi tidak bisa dihadirkan di persidangan, akan dilakukan komunikasi jarak jauh atau teleconference. Kalau tidak bisa juga, BAP di bawah sumpah yang telah dibuat saat proses penyidikan itu akan tetap dibacakan. Kita tidak gentar, tegas Cirus. 

 

Anam yang selama ini turut mengadvokasi kasus Munir lebih mendorong penuntut umum agar mengecek keabsahan dan kebenaran surat pencabutan BAP Budi Santoso. Modus pengiriman surat pencabutan BAP ini mengingatkan Kasum pada persidangan Indra Setiawan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 2007 lalu. Pernah beredar surat serupa yang dikirimkan ke berbagai media melalui fax. Belakangan, surat yang mengatasnamakan Budi Santoso itu terbukti palsu dan dibuat untuk mengaburkan substansi persidangan.

 

Pengajar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia Rudy Satryo Mukantardjo menjelaskan pencabutan BAP di bawah sumpah ini adalah hal biasa. Tidak ada pengaruh walau saksi yang mencabut BAP ini adalah saksi kunci sekalipun. Ada banyak cara menyampaikan pencabutan, bisa secara lisan maupun tulisan. Memang, mekanisme pencabutan tidak diatur dalam KUHAP, tukasnya.

 

Namun, yang bersangkutan tetap harus memberi tahu alasan mengapa BAP tersebut dicabut? Kalau hanya melalui surat tanpa alasan seperti yang terjadi dalam kasus Muchdi ini, menurut Rudy, biasanya hakim tidak akan percaya. Bukan hanya alasan, keabsahan dan kebenaran surat itu juga harus dipastikan oleh majelis hakim. Ya, harus dihubungi langsung yang bersangkutan. Atau teleconference. Itu satu-satunya jalan, pungkasnya.

Sidang lanjutan atas perkara Muchdi Purwopranjono diwarnai kontroversi (25/9). Usai pemeriksaan dua orang saksi, Hendardi dan Rohainil Aini, tiba-tiba pengacara Muchdi menyampaikan surat pencabutan Berita Acara Pemeriksaan -di bawah sumpah- atas nama Budi Santoso, si saksi kunci. Wirawan Adnan selaku koordinator tim pengacara mengaku telah menerima kiriman surat berkop Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Pakistan, Islamabad, itu Rabu sore (24/9).

 

Ketua Majelis Hakim Suharto ternyata di hari yang sama juga menerima surat yang dikirim melalui paket itu, tapi tidak mau ia terima karena prosedurnya harus melalui ketua pengadilan. Majelis hakim perkara Muchdi ini menurutnya adalah bagian dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dengan demikian, surat apapun yang berhubungan dengan perkara harus diketahui dan melewati ketua pengadilan terlebih dahulu. Sampai saat ini saya belum menerima. Masih diproses di bagian administrasi, jelasnya.

 

Hanya itu yang bisa diungkapkan Suharto. Majelis Hakim belum bisa memberikan penilaian apa-apa. Namun, Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (Kasum) mencium beberapa kejanggalan. Dalam surat tertanggal 13 September 2008 itu, Budi Satoso menyatakan mencabut empat BAP-nya yang dibuat tanggal 3 dan 8 Oktober 2007, 27 Maret 2008, serta 7 Mei 2008. (BAP terakhir dibuat di KBRI di Singapura). Selain ditujukan kepada majelis hakim, surat tersebut malah ditujukan kepada pengacara Muchdi. Apa kepentingannya? ujar salah satu anggota Kasum Choirul Anam.

 

Penuntut umum sebagai pihak yang berkepentingan justru tidak sama sekali diberikan tembusan. Dua kali mereka malayangkan surat panggilan kepada Budi Santoso melalui Badan Intelijen Negara (BIN), dua kali pula BIN menjawab dengan alasan yang bersangkutan sedang dalam penugasan yang tidak dapat diganggu gugat.

Tags: