Sasar Sejumlah Profesi, Aturan Contempt of Court dalam RUU KUHP Perlu Diperjelas
Utama

Sasar Sejumlah Profesi, Aturan Contempt of Court dalam RUU KUHP Perlu Diperjelas

Dalam RUU KUHP, profesi advokat disebut eksplisit sebagai salah satu pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.

Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

Makna Publikasi

Pasal 281 huruf RUU KUHP juga mengancam jurnalis dan media massa. Rumusannya begini: “Dipidana dengan pidana denda paling banyak Kategori II setiap orang yang pada saat sidang pengadilan berlangsung tanpa izin pengadilan merekam, mempublikasikan secara langsung atau membolehkan untuk dipublikasikan proses persidangan.

Redaktur Senior Hukumonline.com, Muhammad Yasin, mengatakan izin pengadilan bisa menimbulkan masalah bukan hanya bagi jurnalis tetapi juga pengadilan. Bagi pengadilan, misalnya, akan sangat merepotkan jika banyak orang –tak hana jurnalis-- yang ingin mempublikasikan proses persidangan, baik di media massa maupun publikasi di media sosial. Siapa yang akan memberikan izin (ketua sidang, humas pengadilan, atau ketua pengadilan), dan bagaimana mekanisme izinnya (lisan atau tertulis). Merujuk Pasal 217 KUHAP, yang memiliki kewenangan pada saat sidang berlangsung adalah Ketua Sidang Pengadilan.

Bagi jurnalis, ada masalah pertanggungjawaban yang harus disinkronkan antara RUU KUHP dan UU Pers. Dalam banyak media, jurnalis tak bertanggung jawab secara hukum atas tulisannya karena sudah ada penanggung jawab (umumnya pemimpin redaksi). Tetapi yang tak kalah penting adalah pertanyaan tentang makna ‘publikasi’ dalam RUU KUHP: apakah hanya media massa pers, atau termasuk juga media sosial.

Selain itu, Yasin mempertanyakan lingkup contempt of court. Rumusan Pasal 281 huruf c hanya menyebut ‘saat sidang pengadilan berlangsung’. Ini dapat berarti pemberitaan perkara pada tahap penyidikan dan prapenuntutan tak dapat dikualifikasi sebagai contempt of court. “Pertanyaannya, jika wartawan menulis berita atau jika televisi menyiarkan berdasarkan penjelasan advokat di luar sidang, apakah itu termasuk contempt of court jika hakim atau pengadilan merasa berita itu mengandung celaan ke pengadilan?”

Direktur Legal Culture Institute (LeCI) M. Rizqi Azmi, ketentuan contempt of court sudah lama digagas. Penjelasan UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sudah eksplisit menyebutkan pentingnya UU Contempt of Court. Cuma, hingga kini Undang-Undang dimaksud belum selesai sehingga ketentuannya dimasukkan lebih dahulu ke dalam RUU KUHP. UU No. 14 Tahun 1985 menyebutkan aturan contempt of court penting untuk ‘dapat lebih menjamin terciptanya suasana yang sebaik-baiknya bagi penyelenggaraan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan yang mengatur penindakan terhadap perbuatan, tingkah laku, sikap dan/atau ucapan yang dapat merendahkan dan merongrong kewibawaan, martabat, dan kehormatan badan peradilan’.

Rizqi menjelaskan ada beragam jenis perbuatan yang dapat dikualifikasi sebagai contempt of court, antara lain: berperilaku tercela dan tidak pantas di Pengadilan (misbehaving in court), tidak mentaati perintah-perintah pengadilan (disobeying court orders), menyerang integritas dan imparsialitas pengadilan (scandalising the court), menghalangi jalannya penyelenggaraan peradilan (obstructing justice), dan perbuatan-perbuatan penghinaan terhadap pengadilan yang dilakukan dengan cara pemberitahuan atau publikasi (sub-judice rule).

Rizqi juga sepakat tentang pentingnya memberikan penjelasan. Itu sebabnya, ia meminta agar masyarakat tak hanya membaca isi pasal-pasal RUU KUHP, tetapi juga membaca bagian penjelasannya agar mendapatkan pemahaman yang lebih sempit. 

Tags:

Berita Terkait