Sasar Sejumlah Profesi, Aturan Contempt of Court dalam RUU KUHP Perlu Diperjelas
Utama

Sasar Sejumlah Profesi, Aturan Contempt of Court dalam RUU KUHP Perlu Diperjelas

Dalam RUU KUHP, profesi advokat disebut eksplisit sebagai salah satu pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.

Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

Jika perintah pengadilan dimaksud bukan putusan atau penetapan pengadilan, tetapi terkait jadwal persidangan, tata tertib persidangan, dan hal-hal teknis di persidangan, maka seyogianya perintah pengadilan tersebut berlaku untuk semua pihak, termasuk di dalamnya majelis hakim. Jika pengadilan memerintahkan dalam undangan harus mulai sidang pukul 10.00 WIB, maka siapapun yang melanggar perintah itu dapat dimintai tanggung jawab pidana.

Begitu pula dengan rumusan ‘bersikap tidak hormat terhadap hakim atau persidangan atau menyerang integritas hakim dalam sidang pengadilan. Menurut Donny, dalam ketentuan tersebut, bersikap tidak hormat bukan hanya terhadap hakim melainkan juga terhadap persidangan, sehingga sikap tersebut ditujukan kepada siapa saja termasuk hakim, penuntut umum, penasehat hukum, panitera, dan semua pihak di dalam ruang sidang. ”Contoh seperti tidak boleh tertidur, aktif menggunakan handphone/laptop di luar kepentingan persidangan,” ujarnya.

Tak Hanya Advokat

Pasal 282 RUU KUHP menyebutkan “Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori V advokat yang dalam menjalankan pekerjaannya secara curang. Dalam ketentuan tersebut, kata curang tidak didefinisikan secara jelas, sehingga dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda. Bagaimana jika Advokat tersebut dalam melakukan pekerjaan secara tidak curang?

Donny menilai, jika tidak ada definisi curang dalam ketentuan ini, maka tindakan-tindakan advokat di dalam atau di luar persidangan dapat ditafsirkan berbeda-beda oleh penegak hukum atau pihak-pihak yang lain. Misalnya mendiskusikan substansi perkara di media televisi atau ditulis di media cetak, dengan maksud untuk meyakinkan publik dan bila dimungkinkan Majelis Hakim dalam perkara tersebut. Hal ini berhubungan erat dengan tugas Advokat untuk meyakinkan Majelis Hakim, sehingga advokat akan melakukan upaya kreatif yang legal untuk mempengaruhi Majelis Hakim bahwa pembelaannya layak untuk dikabulkan/diterima.

(Baca juga: Kalangan Advokat Usul Penghapusan Pasal Contempt of Court dalam RKUHP).

Advokat cum pengajar di Universitas Trisakti, Albert Aries berpendapat berdasarkan yurisprudensi siapapun yang hadir dalam persidangan sebenarnya dapat menjadi pelaku contempt of court. Untuk itu baik para pihak dalam perkara perdata atau terdakwa, jaksa dalam perkara pidana;advokat, saksi, polisi, pejabat/petugas pengadilan; jurnalis dan pengunjung sidang, juri/lay judges (dalam common law system) dapat menjadi pelaku contempt of court. Menyerang atau mengancam siapapun yang ada dipersidangan merupakan perbuatan yang dianggap sebagai ancaman serius terhadap independensi proses peradilan,” ujar Albert.

Meski begitu, ia menguraikan sejumlah dampak positif dengan adanya pengaturan ini.  Menurut Albert, pengaturan contempt of court memberikan kepastian perlindungan hukum bagi hakim dan aparatur pengadilan; menjaga norma tingkah laku dan wibawa dari pengadilan, serta menjadi dasar hukum untuk penegakkan kewibawaan pengadilan dan  independensi pengadilan dari trial by the press danmedia sosial.

Cuma, ia mengkhawatirkan rumusan dalam RUU KUHP tersebut dijalankan secara kaku, sehingga tidak mampu menampung bentuk-bentuk penghinaan terhadap pengadilan lainnya. Selain itu, dapat menjadi  delik yang multitafsir (tidak lex certa & lex stricta) dikaitkan dengan perlindungan profesi advokat yang dijamin keberadaannya oleh UU Advokat, mengancam kebebasan berpendapat,  dan membatasi arus informasi di era digital yang secara de facto sulit terbendung.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait