RUU Penanganan Fakir Miskin Bukan Solusi Tunggal
Kolom

RUU Penanganan Fakir Miskin Bukan Solusi Tunggal

Adanya pemikiran akan kebutuhan terhadap RUU Penanganan Fakir Miskin ini sebenarnya justru mencerminkan bahwa keberpihakan DPR dan Pemerintah selama ini masih minim.

Bacaan 2 Menit

 

Istilah fakir dan miskin merupakan dua hal yang berbeda. Salah satu bukti dari perbedaan itu adalah dalam konteks Islam, kewajiban menyisihkan zakat dari harta setiap umatnya diperuntukkan bagi delapan golongan, dua di antaranya adalah kepada fakir dan miskin. Apabila istilah fakir dan miskin adalah satu kesatuan, maka hanya akan ada tujuh golongan yang berhak mendapatkan zakat.

 

Selain itu, perbedaan antara istilah fakir dan miskin berdasarkan kepada firman Allah SWT dalam QS. Al-Kahfi ayat 79, yang menyatakan bahwa: “Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera”

 

Ayat di atas menunjukkan bahwa meski miskin, ada hal yang bisa mereka kerjakan dan kemudian menghasilkan pemasukan, walaupun tidak mencukupi apa yang menjadi hajat kebutuhan dasar atau pokoknya.

 

Menurut riwayat Rasullulah SAW juga ada yang berkaitan dengan konteks perbedaan antara fakir dan miskin, yaitu melalui Abi Said A-Khudhri ra, yang mengatakan “Aku Mendengar Rasullulah SAW bersabda: “Ya Allah hidupkanlah Aku dalam keadaan miskin. Matikan Aku dalam keadaan miskin dan kumpulkanlah aku bersama orang-orang miskin”. Sedangkan kefakiran adalah hal yang selalu Rasullulah SAW berlindung darinya kepada Allah SWT.

 

Perbedaan istilah antara fakir dan miskin yang banyak dipakai adalah yang dikemukakan oleh Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah.Yaitu memandang fakir adalah orang yang tidak punya harta serta tidak punya penghasilan yang mencukupi kebutuhan dasarnya, atau mencukupi hajat paling asasinya. Sedangkan miskin adalah orang yang tidak punya harta yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, namun masih ada sedikit kemampuan untuk mendapatkannya.

 

Dengan adanya perbedaan pengertian antara istilah fakir dan miskin tersebut haruslah menjadi catatan tersendiri bagi perancang RUU Penanganan Fakir Miskin ini. Selain itu, perlu juga diputuskan apakah dalam konteks RUU ini akan menganut pembedaan istilah tersebut atau tidak. Tentunya pilihan untuk membedakan atau tidak membedakan ada konsekuensinya masing-masing, terutama berkaitan dengan penanganan terhadap orang-orang yang dikategorikan fakir atau miskin tersebut.

 

Standar Kemiskinan

Melalui berita resminya, pada bulan Maret 2010, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis bahwa angka kemiskinan tahun 2010 menurun sebanyak 1,51% dibandingkan dengan tahun 2009. Pada tahun 2009 angka kemiskinan sebesar 32,53 juta (14,15%), sedangkan pada tahun 2010 sebesar 31,02 juta (13,33%). Angka ini jelas menjadi claim berharga bagi Pemerintah dalam menyatakan kesuksesan kinerjanya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: