Pihak-Pihak yang Akan Terdampak Moratorium Kepailitan dan PKPU
Kolom

Pihak-Pihak yang Akan Terdampak Moratorium Kepailitan dan PKPU

Perlu siapkan strategi untuk menghadapi efek yang dapat timbul dari penerapan moratorium.

Bacaan 6 Menit

Fakta-fakta tersebut, seharusnya dilihat sebagai data yang hidup yang dijadikan pertimbangan Pemerintah karena ternyata pilihan tidak hanya pada melakukan moratorium atau tidak melakukan moratorium. Tetapi banyak negara yang menerapkan cara yang sesuai dengan kondisi perekonomian dan hukum mereka ketika menghadapi krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19 ini.

Moral Hazard Kepailitan dan PKPU

Berikutnya adalah isu moral hazard. Dalam beberapa pemberitaan moral hazard dikaitkan dengan ketiadaan insolvensi test. Ini adalah pemahaman yang tidak tepat, karena Indonesia sejak tahun 1998 dengan diundangkannya Perppu No. 1 Tahun 1998 yang kemudian menjadi UU No. 4 Tahun 1998, terakhir menjadi UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU telah meninggalkan syarat kepailitan yang menggunakan insolvensi test tersebut, dan telah memilih menempatkan syarat insolvensi di belakang tahap kepailitan dan PKPU yaitu Pasal 127 UU No. 37 Tahun 2004, karena tidak ada kepailitan tanpa insolvensi. Sehingga yang dikatakan syarat yang mudah adalah syarat kepailitan bukan syarat insolvensi. Ini yang dikenal dengan syarat concursus creditorium yaitu syarat kepailitan dibuktikan dengan adanya minimum jumlah kreditur. Yang di dalam UU No. 37 Tahun 2004 diperberat dengan syarat utang dari satu kreditur tersebut telah jatuh tempo dan dapat ditagih.

Artinya melalui UU No. 37 Tahun 2004 kita telah memilih meninggalkan insolvency test, dan menggunakan syarat kepailitan berupa adanya jumlah minimal kreditur yang salah satu utangnya telah jatuh tempo, dan dapat ditagih. Syarat kepailitan dan PKPU yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 222 UU No. 37 Tahun 2004) disebut dengan presumed to be insolvent, oleh karena itu debitor yang sudah dinyatakan pailit atau PKPU, tetap diberikan hak untuk mengajukan rencana perdamaian. Pada wilayah dan waktu inilah, debitur diuji iktikad baik dan inisiatifnya dalam menyelesaikan utangnya.

Berdasarkan penjelasan di atas maka tidak tepat, jika mengaitkan moral hazard dengan mudahnya syarat kepailitan. Saya pribadi lebih setuju jika moral hazard ditujukan kepada manusianya, bukan aturannya. Karena moral hazard bisa terdapat pada setiap subyek dalam proses kepailitan dan PKPU. Bisa dimiliki oleh pengusaha, bisa juga dimiliki kuasa hukum, bisa juga pada kurator/pengurus, dan bisa juga pada penegak hukum.

Idealnya pemerintah telah memiliki data yang valid di siapa-siapa yang memiliki moral hazard ini, dan jalan keluarnya adalah penegakan hukum. Sehingga tindakan pemerintah fokus pada memerangi pihak-pihak yang melakukan moral hazard. Bukan dengan sederhana menutup saluran upaya hukum yang dimiliki warga negara yang mengalami financial distress dengan melakukan moratorium kepailitan dan PKPU.

Jika Pemerintah Menerapkan Moratorium

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa, moratorium kepailtan dan PKPU itu mengakibatkan tertundanya hak warga negara untuk melakukan upaya hukum, dan juga mendapatkan hak-haknya berupa pembayaran tagihan yang mereka miliki, serta mendapatkan jalan keluar melalui homologasi, jika mereka dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit atau PKPU. Sehingga jika moratorium kepailitan dan PKPU tetap akan diterapkan maka akan ada empat pihak yang terdampak dari ditutupnya saluran tersebut.

Pertama, Kreditor. Kepailitan dan PKPU menjadi salah satu pilihan meskipun bukan pilihan utama bagi kreditor untuk melakukan collecting debt. Tetapi dalam beberapa kondisi tidak dapat dipungkiri bahwa kepailitan dan PKPU adalah cara yang efektif dalam melakukan tagihan. Sehingga jika ditutup saluran untuk menagih melalui kepailitan dan PKPU, Pemerintah harus menjamin bahwa penyaluran kredit oleh pihak kreditur dalam hal ini khususnya perbankan tidak terhambat, bahkan tidak memberikan persyaratan yang lebih berat, mengingat hilangnya saluran penagihan harus dikompensasi dengan jaminan kredit yang lebih kuat dan banyak. Jika ini tidak dijaga pemerintah, bukan tidak mungkin pertumbuhan ekonomi akan terganggu.

Tags:

Berita Terkait