Perppu Kehutanan Tidak Memenuhi Syarat ‘Kegentingan yang Memaksa'
Berita

Perppu Kehutanan Tidak Memenuhi Syarat ‘Kegentingan yang Memaksa'

Dari sudut pandang hukum administrasi dan tata negara, Perppu tentang Kehutanan yang dikeluarkan Pemerintah untuk melegalkan tambang terbuka di hutan lindung dinilai mengandung sejumlah kelemahan.

Mys
Bacaan 2 Menit
Perppu Kehutanan Tidak Memenuhi Syarat ‘Kegentingan yang Memaksa'
Hukumonline

 

Menurut Frans, pemberian kepastian hukum terhadap perusahaan yang terdapat dalam Ketentuan Penutup Perppu Kehutanan adalah salah menurut kaidah legal drafting. Sebuah ketentuan penutup seharusnya tidak lagi mengatur hal-hal substansi, termasuk memberi kepastian hukum bagi ijin pertambangan.

 

Jika mau mengatur ijin pertambangan seharusnya masuknya dalam Ketentuan Peralihan dan bukan Ketentuan Penutup, demikian tegas Frans. Beliau sempat mengkritik para penyusun Perppu ini yang bekerja kurang terperinci sehingga melewatkan aspek-aspek teknis seperti ini.

 

Diprotes

Catherine Coumans, ahli lain yang hadir dalam sidang kemarin, menyoroti soal corpotare governance. Ahli berkewarganegaraan Kanada ini berpendapat bahwa perusahaan yang bertanggung jawab tidak akan menggunakan cara-cara ilegal untuk mendapatkan dan mempertahankan usahanya di suatu daerah.

 

Perusahaan tambang yang bertanggung jawab akan menggunakan standar tinggi dalam beroperasi. Termasuk tidak menggunakan suap dan tentara untuk mencapai tujuan-tujuan  mereka. Catherine mengungkapkan kekhawatirannya bahwa Pemerintah Indonesia mendapat tekanan dari perusahaan-perusahaan tambang sehingga keluarlah Perppu Kehutanan. Alasannya klise: investasi.

 

Namun kekhawatiran Catherine itu ditepis mentah-mentah Lambock V Nahattands. Wakil Pemerintah dalam sidang mengatakan bahwa Pemerintah masih punya harga diri. Terbitnya Perppu Kehutanan bukan karena adanya tekanan dari perusahaan-perusahaan tambang.

 

Dalam persidangan, kehadiran Catherine sebagai ahli sempat menuai protes. Salah satu yang memprotes keras adalah Sugeng Teguh Santosa, kuasa hukum divisi pertambangan KADIN. Persoalannya berkisar pada latar belakang keilmuan Catherine sebagai antropolog. Sugeng menilai latar belakang wanita asal Kanada itu tidak relevan dengan pertambangan. Padahal, sebagaimana terungkap dalam curiculum vitaenya, Catherine adalah Koordinator Riset Mining Watch Kanada.    

Dalam sidang di Mahkamah Konstitusi (02/6) DR Asep Warlan Yusuf, ahli hukum administrasi, berpendapat bahwa Perppu No. 1 Tahun 2004 tentang Kehutanan tidak memenuhi syarat adanya ‘hal ihwal kegentingan yang memaksa' sebagaimana disebutkan dalam UUD 45.  Memang tidak ada acuan baku tentang hal ihwal kegentingan yang memaksa. Namun kriteria itu harus terukur, dalam arti ada alasan-alasan objektif untuk dikeluarkannya suatu perppu.

 

Menyangkut Perppu Kehutanan, Asep Warlan Yusuf melihat belum ada alasan objektif yang memungkinkan langkah darurat itu diambil. Sebab, Pemerintah masih bisa mengambil kebijakan lain secara administratif, misalnya negosiasi. Dalam negosiasi itu Pemerintah harus memberitahukan tentang adanya larangan melakukan tambang terbuka di kawasan hutan lindung yaitu UU No. 41 Tahun 1999. Asep berkesimpulan bahwa syarat kegentingan memaksa tidak cukup. Secara material, tidak memenuhi syarat untuk dikeluarkan Perppu, ujar dosen Universitas Parahyangan Bandung itu.  

 

Prof. Frans Limahelu mengemukakan kelemahan senada. Menurut guru besar ilmu hukum itu Perppu No 1 tahun 2004 mengatur perizinan yang merupakan teknis administrasi dan tidak menulis hal ihwal kegentingan yang memaksa. Oleh karena itu, draft Perppu Kehutanan dinilai Frans sudah salah. Disamping itu, penyusunan Perppu No. 1 Tahun 2004 tidak sempurna menurut kaidah-kaidah  yang dianut dalam ilmu penyusunan peraturan perundang-undangan (legal drafting), dan karenanya Perppu yang telah disahkan menjadi UU No. 19 Tahun 2004 itu  inkonstitusional.

 

Lalu, dalam konsideran Perppu juga disebutkan bahwa UU No 19 tahun 2004 memberikan ketidakpastian hukum usaha tapi tidak dijelaskan ketidakpastian yang seperti apa. Juga, tidak jelas keterkaitan ketidakpastian hukum terhadap perusahaan tambang dengan persoalan hal ihwal kegentingan yang memaksa. Akibatnya klaim tentang kegentingan yang memaksa dalam Perppu ini menjadi absurd dan dengan sendirinya mempengaruhi keabsahan Perppu itu sendiri.

Tags: