Penilaian dalam Pendaftaran Merek
Kolom

Penilaian dalam Pendaftaran Merek

Penilaian persamaan dan perbedaan merek yang mengajukan pendaftaran tidak lepas dari unsur subjektif petugas pemeriksa merek DJKI. Namun, tetap ada batasan kriteria objektif.

Bacaan 4 Menit

Asal produksi barang dan/atau jasa

Contohnya ada merek “NISSIN” yang didaftarkan oleh dua pihak berbeda pada kelas yang sama. Namun, tetap dapat didaftarkan karena yang satu didaftarkan oleh produsen kue (PT Nissin Biscuit Indonesia) dan lainnya didaftarkan oleh produsen mi instan (NISSIN FOODS HOLDINGS CO., LTD) . Kedua jenis barang merek tersebut dapat dibedakan.

Ada juga kondisi barang atau jasa ada dalam satu kelas merek, tetapi dinilai bukan jenis yang sama. Sebagai contoh, pangkalan dataDJKI menerima pendaftaran dua merek yang menggunakan unsur kata “MATAHARI” pada Kelas 35 yang sama. Hal itu bisa terjadi karena salah satunya didaftar untuk jenis barang “Pasar Swalayan” sedangkan yang lain untuk jenis barang “Toko Perhiasan”.

Dua jenis barang itu tidak dapat disamakan karena berbeda secara sifat, tujuan dan metode, komplementaritas, kompetisi, saluran distribusi, konsumen, serta asal produksinya. Pasar Swalayan adalah toko yang menjual barang kebutuhan sehari-hari seperti pakaian. Di sisi lain toko perhiasan khusus untuk menjual perhiasan yang tidak dapat ditemukan pada pasar swalayan.

Sebaliknya, walaupun terdapat pada kelas merek yang berbeda, tidak berarti bahwa jenis barang atau jasa pasti berbeda. Contohnya pada Kelas 30 terdapat jenis barang “roti”, sedangkan dalam Kelas 43 terdapat jenis barang “jasa penyediaan makanan berupa roti”. Meski terdapat pada kelas yang berbeda, keduanya bertema penyediaan roti yang dapat menimbulkan persepsi sebagai jenis yang sama.

Oleh karena itu, ada konsep “a likelihood of confusion” untuk kondisi tersebut di atas. Konsep ini menilai persamaan dan perbedaan pada merek meliputi faktor peluang membingungkan masyarakat. Penilaian perbedaan atau persamaan pada merek juga harus mempertimbangkan kondisi produk-produk aktual dengan merek-merek yang didaftarkannya.

Penilaian persamaan dan perbedaan merek yang mengajukan pendaftaran tidak lepas dari unsur subjektif—yang mungkin dapat berbeda-beda—para petugas pemeriksa merek DJKI. Namun, tetap ada batasan kriteria dalam peraturan perundang-undangan dan konsep yang dijelaskan di atas sebagai pedoman. Dengan demikian, ada poin berkompromi apabila ada perbedaan pendapat antara pemohon pendaftaran merek dengan pemeriksa merek DJKI. Hal-hal yang telah diulas di atas dapat disampaikan dan dijadikan pertimbangan objektivitas.

*)Kevin Aditya Burhan, advokat di DKI Jakarta.

Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait