Pembubaran DPR secara Konstitusional?
Kolom

Pembubaran DPR secara Konstitusional?

Ketegangan yang berkepanjangan antara DPR dan presiden belakangan ini semakin memuncak dan menimbulkan berbagai spekulasi politik di masayarakat. Salah satu spekulasi yang terdengar adalah bahwa presiden akan membubarkan DPR melalui suatu dekrit.

Bacaan 2 Menit

Dekrit Presiden di Indonesia

Secara tidak langsung spekulasi mengenai pembubaran DPR munujuk pada sejarah Dekrit Presiden Soekarno yang membubarkan konstituante. Apa referensi tersebut tepat?

Pada 5 Juli 1959 Presiden Soekarno, sebagai kepala negara, mengeluarkan Dekrit Presiden yang bertujuan menyelesaikan kebuntuan dalam merumuskan undang-undang dasar. Pernyataan utama dari Dekrit adalah dibubarkanya Badan Konstituante hasil Pemilihan Umum Desember 1955, kembalinya konstitusi kepada UUD 1945, penarikan UUD 1950, dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, mendirikan lembaga-lembaga kenegaraan sesuai dengan UUD 1945. Saat itu pula, berakhirlah masa kerja Badan Konstituante dan sekaligus pula sistem pemerintahan parlementer.

Selama masa Orde Baru, sejarah lebih sering mengedepankan catatan mengenai apa yang disebut dengan kegagalan konstituante daripada dinamika politik di belakangnya. Terhadap hal ini, Yusril Ihza Mahendra menyatakan (terlepas hal itu otoriter atau demokratis-Pen.) bahwa tindakan Soekarno tersebut merupakan revolusi hukum yang secara politik berhasil dipertahankan olehnya (Kompas: 31 Januari 01).

Yang perlu dicermati dalam kasus ini adalah sistem pemerintahan pada saat itu yang memang berbeda dengan sistem pemerintahan yang dianut sekarang. Walaupun tidak secara langsung memberikan wewenang tertentu kepada presiden, UUDS 1950 mengatur suatu sistem pemerintahan parlementer yang menyebabkan presiden memiliki tempat yang sangat berbeda dalam struktur politik dan ketatanegaraan dengan yang berlaku saat ini.

Bila ditilik secara rinci dalam dinamika politik yang berkembang pada masa itu, ada beberapa pertanyaan yang menarik untuk diangkat, yakni aktor/lembaga mana yang berinsiatif, dan prosedur hukum apa yang dilakukan?

Inisiatif utama dari Dekrit ini sepertinya tidak hanya berasal dari Presiden Soekarno (yang dalam masa genting ini sebenarnya sedang berada di Jepang), walaupun sangat mungkin diinspirasikan oleh beberapa pidato Soekarno untuk membubarkan parlemen pada tahun 1956. Dalam catatan sejarah, yang paling menonjol mengambil inisiatif ini ada tiga kelompok, yakni Angkatan Darat (dengan tokohnya Nasution), partai yang disokong oleh militer (IPKI), dan partai-partai (berhaluan non-islam) yang ada dalam parlemen dan badan konstituante. Selain itu ada juga peran pembantu yang dilakonkan oleh PM Djuanda.

Hampir bisa dikatakan Presiden Soekarno terkesan pasif. Karena selama terjadi dead-lock di konstituante. Dan selama ia masih di luar negeri, Kasad Jendral Nasution sebagai pemegang kekuasaan pusat hukum darurat, telah mengeluarkan maklumat yang melarang semua kegiatan politik dan menangguhkan semua rapat-rapat konstituante, sampai Soekarno pulang dari luar negeri, maklumat darurat ini  disetujui oleh PM Djuanda tanpa rapat kabinet (Nasution: 1995).

Halaman Selanjutnya:
Tags: