Pekerjaan Rumah PERADI di Usia ke-19
Kolom

Pekerjaan Rumah PERADI di Usia ke-19

Sistem wadah tunggal profesi advokat di Indonesia yang berwujud PERADI masih terancam.

Bacaan 4 Menit
Shalih Mangara Sitompul. Foto: Istimewa
Shalih Mangara Sitompul. Foto: Istimewa

Hari ini Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) berusia tepat 19 tahun. Organisasi profesi ini hadir dengan perjuangan untuk diakui sebagai profesi yang bebas dan mandiri dalam sebuah wadah tunggal yang padu (single bar). Namun, di usia 19 tahun PERADI tampaknya masih banyak tanya yang belum terjawab. Stagnasi adalah diksi yang pas menggambarkan kemandekan perjuangan panjang dan tidak mudah tersebut. Perjuangan tidak kenal lelah itu sebenarnya berbuah manis dengan lahirnya payung hukum yang melindungi profesi advokat. Namun, perpecahan justru terus terjadi dan tidak kunjung mereda.

Payung hukum berwujud UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat)—diundangkan pada 5 April 2003—sejatinya menjadi tonggak sejarah penting. Momen itu menandai kebangkitan profesi advokat yang mandiri dan independen. Kemandirian dan independensi menjadi aspek penting sekaligus kata kunci yang dilindungi oleh UU Advokat. Isinya dilengkapi dengan eksistensi sebuah wadah organisasi profesi advokat yang menaungi seluruh kepentingan advokat Indonesia. Tentu saja diharapkan bisa memberikan penguatan atas hak dan kewajiban profesi advokat di Indonesia.

Baca juga:

Lahirnya UU Advokat seakan menjadi jawaban atas perjuangan setelah sekian lama profesi advokat berpraktik di bawah pengawasan langsung Pemerintah. UU Advokat ini sebagai kulminasi positif bagi profesi advokat dalam meraih kemandirian. Segala urusan pembinaan dan pengawasan diberikan kepada Organisasi Profesi Advokat untuk menentukan sendiri proses dan mekanismenya.

Lahirnya PERADI pada 21 Desember 2004 mengakibatkan peralihan sejumlah wewenang pembinaan dan pengawasan profesi advokat. Pelaksanaan kewenangan-kewenangan itu sepenuhnya di tangan wadah tunggal (single bar system) sebagaimana diamanatkan UU Advokat.

Wewenang yang dimaksud antara Iain: (1) Melaksanakan pendidikan khusus profesi advokat; (2) Pengujian calon advokat; (3) Pengangkatan advokat; (4) Membuat kode etik; (5) Membentuk Dewan Kehormatan; (6) Membentuk Komisi Pengawas; (7) Melakukan pengawasan; dan (8) Memberhentikan advokat. Semuanya telah menjadi kewenangan PERADI. Satu-satunya wewenang yang tidak dimiliki oleh wadah tunggal Organisasi Advokat ini adalah Pengangkatan Sumpah Advokat. Kewenangan yang satu ini masih di tangan Pengadilan Tinggi di bawah Mahkamah Agung.

Konteks demikian sejatinya menyebabkan contradictio in terminis—kombinasi kata yang saling bertentangan—dalam UU Advokat. Di satu sisi secara jelas isinya menganut wadah tunggal dalam sistem organisasi advokat (single bar system). Wadah tunggal ini sepenuhnya direpresentasikan oleh PERADI. Namun, khusus pengangkatan advokat melalui proses sumpah profesi masih menjadi kewenangan Pengadilan Tinggi. Inilah satu bentuk stagnasi yang hingga saat ini masih terjadi. PERADI sebagai wadah tunggal—sesuai UU Advokat—tidak dapat melakukan tindakan apa pun untuk mengubahnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait